Mengenai Saya

Foto saya
bandung, jawa barat, Indonesia
Pendidikan : > SDN 05 Pariaman > SMPN 07 Sakarek ULu > SMAN 1 Pariaman > STAI{ Sekolah Tinggi agama islam } > Pondok Pesantren Kediri Jawa Timur Tahun 1997 _ 1999 > Pondok Pesantren Al-Barokah Purworejo, Jawa Tengah.pengajar di pon pes al huda riau,,2004 - 2006..Sekarang menetap di bandung.ALHAMDULILLAH......KATAM HADIST SHOHIH BUKHORI,SHOHIH MUSLIM,SUNAN NASAI,SUNAN ABU DAUD,SUNAN TIRMIZI,...

Kamis, 31 Maret 2011


JALAN PENYELESAIAN AHMADIYAH

Mirza Ghulam Ahmad yang dianggap Nabi oleh Ahmadiyah (wikipedia)
dakwatuna.com – Sewaktu masih kuliah di Islamabad, Pakistan, saya sempat beberapa kali ke kota Lahore, ibukota provinsi Punjab. Jarak Islamabad – Lahore sekitar 300 kilometer. Dan, meski Islamabad adalah ibukota negara, sesungguhnya kota budaya Pakistan adalah Lahore. Selain memiliki banyak universitas, Lahore merupakan saksi dari lanskap peradaban yang amat panjang. Di kota itu terdapat Masjid Badhsahi, tempat di mana Allama Iqbal, penyair besar Pakistan, acap mementaskan pembacaan puisi-puisinya yang mengagumkan. Di kota ini pula terdapat pusat jamaah Ahmadiyah (selain Qadian di India) sehingga dikenal jamaah Ahmadiyah Lahore.

Ribut-ribut soal Ahmadiyah di tanah air saat ini, mengingatkan saya saat ke Lahore sekian tahun lalu. Waktu itu, mobil bis yang saya tumpangi mogok di tengah jalan. Oleh sopir, kami dipindah ke mobil wagon yang hanya mampu memuat sebagian penumpang. Karena hari sudah mulai gelap, dan – mungkin – karena saya dianggap foreigner, oleh sopir saya didahulukan bersama sejumlah orang tua. Rupanya, di antara penumpang wagon ada seorang pengikut Ahmadiyah. Saya tahu itu, saat kami sudah sampai di kota Lahore, dan saya mencari masjid untuk shalat Maghrib dan Isya yang digabungkan.

Demi menyadari saya sedang celingukan, Bapak tersebut menawarkan shalat di tempatnya. Namun Bapak itu terlihat ragu. Ia buru-buru menambahkan, “Tapi ini bukan masjid. Kami tidak berhak menyebutnya demikian. Ini adalah Bait al-Hikmah.” Saya pun menolak dengan halus. Saya teringat bahwa Umar bin Khattab menolak shalat di synagogue Yahudi saat ia menguasai Palestina. Tak ada larangan, memang. Tetapi Umar khawatir jika ia melakukannya akan menjadi preseden bagi yang lainnya. Dalam konstitusi Pakistan, Ahmadiyah memang tidak dimasukkan dalam kelompok Islam. Setelah terjadi ketegangan antara Ahmadiyah dan umat Islam Pakistan, Parlemen Pakistan melakukan amandemen ke-dua tahun 1974 atas konstitusinya. Isinya, antara lain, menyatakan bahwa Ahmadiyah adalah suatu aliran di luar Islam dan menjadi bagian dari agama minoritas (Pasal 260 ayat 3b). Sejak itu, ketegangan tentang Ahmadiyah tidak pernah lagi terdengar di Pakistan. Mereka hidup berdampingan sebagai aliran (agama) baru non-Islam.

Konsekuensinya, secara legal-kultural, mereka tidak berhak menggunakan idiom yang lazim digunakan umat Islam. Seperti masjid, adzan, shalat, haji dan seterusnya. Sehingga, rumah ibadahnya pun disebut sebagai Bait al-Hikmah. Konsekuensi politik pun demikian. Karena tergolong minoritas, Ahmadiyah hanya berhak memperebutkan kursi sepuluh persen di parlemen bersama-sama agama minoritas lain di negeri itu. Bagi para penganut demokrasi liberal, keputusan itu terlihat diskriminatif. Tetapi patut diingat, Pakistan memang bukan sebuah negara demokrasi liberal an-sich. Negeri itu dibangun atas dasar agama (Islam) sehingga pemahaman demokrasi dibatasi dalam dikotomi Islam dan agama minoritas. Harap diingat, pemisahan mereka dari India di tahun 1947 memang didasarkan pada pemisahan agama Hindu (India) dan Islam (Pakistan).

Karena itu, dalam menyikapi kasus Ahmadiyah di Indonesia, setidaknya ada dua hal yang mesti dicermati. Pertama secara teologis. Seperti diketahui, Ahmadiyah mengklaim Mirza Ghulam Ahmad (selanjutnya disebut, MGA) adalah seorang Nabi. Belakangan, karena desakan berbagai pihak, Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) menghapus kata Nabi dan mempertahankan gelar, “pembawa kabar baik dan buruk (mubasyirat)” kepadanya.

Dalam pandangan Islam baik Sunni ataupun Syiah, doktrin kenabian telah mencapai kata sepakat. Yaitu bahwa Nabi Muhammad (saw) adalah “Khatam an-Nabiyyin”. Doktrin ini berbasis pada ayat dalam al-Qur’an, “adalah penutup segala Nabi.” Sedemikian pentingnya doktrin tersebut, sehingga siapapun yang memiliki pandangan menyimpang wajib dinyatakan telah keluar dari Islam. Dalam sejarah Islam, Musailamah adalah tokoh pertama yang mengklaim sebagai Nabi setelah kematian Rasulallah saw. Musailamah kemudian dibunuh oleh Wahsyi, seorang budak hitam yang sebelum masuk Islam membunuh Hamzah, paman Nabi saw.

Doktrin Khatam an-Nabiyyin ini mengantarkan pada satu titik simpul, bahwa tidak ada Nabi setelah Muhammad (saw) wafat. Jikapun ada seorang tokoh agama yang berpengaruh setelahnya, tokoh itu tak pernah bisa disebut sebagai Nabi. Dalam teologi Syiah, tokoh tersebut dikenal sebagai Imam, sehingga Syiah mengenal teologi tentang imam dua belas (itsna asyariyah). Kelompok Sunni menyebutnya dengan beragam istilah: mujaddid, wali, ulama, kyai, ajengan dan lain sebagainya. Intinya, para pembaharu yang oleh Nabi Muhammad dijanjikan akan hadir pada setiap satu abad itu, tetap tidak bisa menyebut dirinya, atau disebut oleh pengikutnya, sebagai Nabi. Di pesantren Asshogiri Bogor, misalnya, Abdul Qadir Zaelani diagungkan dengan gelar yang sangat tinggi: Sulthan al-Awliya (Raja para wali) tetapi tetap tak disebut Nabi. Sebab, para pemuka agama tak lebih dari pewaris Nabi.

Meski telah berkali-kali Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) menjelaskan bahwa mereka mengucapkan kalimat syahadat yang sama, namun masyarakat muslim Indonesia tak percaya dengan penjelasan tersebut. Hal ini disebabkan dua hal. Hal Pertama: teologi Ahmadiyah memilah tiga istilah Nabi. Yaitu “naby mustaqil” (nabi independen), “naby ghayr mustaqil” (nabi tidak independen) dan naby al-dzil (nabi bayangan). Naby mustaqil adalah mereka yang kepadanya diturunkan kitab suci, seperti Nabi Musa, Isa, dan Muhammad (saw). Naby ghayr mustaqil adalah para Nabi yang kepada mereka tidak diberikan kitab suci dan bertugas melanjutkan risalah sebelumnya, seperti Nabi Harun yang melanjutkan tugas Musa. Sedangkan Nabi al-dzil adalah para pembaharu dan tokoh agama yang bertugas “memberi kabar baik dan buruk”.

Para pengikut Ahmadiyah Qadiyaniah memandang MGA sebagai naby ghayr mustaqill, sementara pengikut Ahmadiyah Lahore menganggapnya sebagai naby al-dzill. Kedua-duanya tetap menggunakan istilah Nabi. Istilah yang tidak dapat diterima oleh kalangan Islam karena doktrin khatam an-Nabiyyin yang sudah final tersebut. Hal inilah yang menyebabkan mereka dinyatakan non-muslim di Pakistan.

Hal Kedua: sebagai salah satu bukti penyebutan istilah Nabi yang terus dilakukan, stasiun TV Ahmadiyah (MTA channel), dengan tegas dan jelas, setiap kali nama MGA disebut, selalu dibarengi dengan doa, “Alaihi Salam”. Bagi kalangan Islam (Sunni), doa tersebut hanya diperuntukkan bagi para nabi sebelum Nabi Muhammad saw seperti Isa, Musa, Ismail, dan yang lainnya. Untuk para sahabat Nabi Muhammad saja, teologi Sunni hanya menyebutkan doa, “radiallahu anhu” (Semoga Allah meridhoinya). Artinya, bagi umat Islam, pelafalan kaum Ahmadiyah dengan do’a “allaihi salam” menunjukkan bahwa MGA lebih mulia dari sahabat Nabi, seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab dan lain-lain.

Alasan-alasan teologis seperti inilah yang mengusik ketenangan masyarakat Pakistan, empat puluh tahun lalu, dan mereka menyelesaikannya dengan menyatakan Ahmadiyah non-muslim, baik kelompok Ahmadiyah Qadiani atau Lahore. Ketegangan yang sama kini tengah merebak di Indonesia.

Kedua: Secara hukum. Sejak Surat Keputusan Bersama (SKB) dikeluarkan pada bulan Juni tahun 2008 menyusul kasus kerusuhan Monas, penyerangan Ahmadiyah di Pandeglang adalah yang terparah dan paling mengerikan di awal tahun 2011 ini. Menurut saya, muara dari persoalan ini adalah ketidaktegasan aturan dalam SKB itu. Jika di Pakistan, Ahmadiyah dengan tegas disebut non-muslim dalam konstitusi mereka, kita hanya mengaturnya dengan SKB yang menggunakan bahasa bersayap seperti “Memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam, yaitu penyebaran paham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad S.a.w;” (Poin 2 SKB).

Ada beberapa kelemahan dalam SKB tersebut. Pertama, mengutip Prof. Yusril Ihza Mahendra, SKB sesungguhnya sudah tidak lagi dikenal dalam hirarki hukum kita sejak diundangkannya Undang-Undang No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. UU No. 10 tahun 2004 tersebut menyatakan, antara lain, hirarki undang-undang terdiri atas Undang-Undang Dasar, Undang Undang/Perpu, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Daerah. (Pasal 7). Dengan kata lain, bentuk keputusan hukum yang tepat bukanlah sebuah Surat Keputusan Bersama (SKB), tetapi Peraturan Presiden (bila yang hendak dilarang Ahmadiyah sebagai organisasi) atau Peraturan Menteri (jika yang hendak dilarang orang/perorang.)

Kedua; SKB telah “melemahkan” ketentuan Pasal 2 UU No. 1/PNPS/1965. Kata “diberi perintah dan peringatan keras” sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU Nomor 1/PNPS/1965 tersebut telah dilunakkan menjadi “memberi peringatan dan memerintahkan”. Namun demikian, walaupun isi SKB itu tidak memuaskan, SKB itu adalah kebijakan (beleid) Pemerintah, yang oleh yurisprudensi Mahkamah Agung, dinyatakan sebagai sesuatu yang tidak dapat diadili.

Kini, bola penyelesaian hukum tentang Ahmadiyah (dan gerakan penodaan agama lainnya) ada di tangan presiden. Presiden tidak perlu lagi “prihatin” atau membentuk satuan tugas (satgas) dalam menyelesaikannya. Presiden tinggal menerbitkan Peraturan Presiden untuk membubarkan organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Sebab, faktanya, kegiatan Ahmadiyah di Indonesia bukan sekedar kegiatan individu para penganutnya, tetapi suatu kegiatan yang terorganisasikan melalui JAI. Organisasi ini terdaftar di Kementerian Kehakiman RI sebagai sebuah vereneging atau perkumpulan berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman tanggal 13 Maret 1953. Berdasarkan ketentuan Pasal (2) UU Nomor 1/PNPS/1965, apabila kegiatan kegiatan penodaan ajaran agama itu dilakukan oleh organisasi, maka Presiden dapat membubarkan organisasi itu dan menyatakannya sebagai “organisasi/aliran terlarang”, setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung.

Dalam hal setelah Peraturan Presiden yang membubarkan Ahmadiyah diterbitkan, dan pihak Ahmadiyah tetap melakukan kegiatannya, ketentuan Pasal 156a KUH Pidana berlaku. Yaitu, “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap sesuatu agama yang dianut di Indonesia”. Sehingga, alur hukum penyelesaian tentang Ahmadiyah menjadi jelas tanpa perlu berputar-putar.

TERORISME, JANGAN SALAHKAN ISLAM

ldii-sidoarjo.org - Kekerasan atas nama agama terjadi kembali di tanah air berturut-turut selama satu tahun terakhir, setelah kita agak lupa kasus bom Bali oleh Amrozi cs pada tahun 2002 dan 2005. Mulai dari pelatihan milisi di Aceh, perampokan bank di Medan dengan motif jihad, penyerangan atas jemaat Ahmadiyah di Cikeusik sampai terjadinya perusakan atas beberapa Gereja di Tumenggung makin menambah daftar panjang kasus-kasus kekerasan agama di Indonesia. Islam Indonesia terus menjadi sorotan. Label teroris untuk umat Islam tambah lengket.

Tampaknya semakin hari terjadi deviasi pemahaman terhadap aplikasi ajaran Islam di masyarakat. Apabila dikaji secara mendalam, semua tindakan anarkis yang memaksakan kehendak dan keyakinan terhadap umat lain adalah bukan ajaran Islam karena tidak sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulullah SAW, yang tercantum dalam Al-Quran dan Al-Hadist.

Firman Allah surat Ali Imron ayat 159

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ (159)
Maka sebab rahmat dari Allah engkau berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauh dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam segala urusan. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

Al-Quran surat al-Bakarah ayat 256

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (256) )
Tidak ada paksaan untuk (masuk) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Islam sebenarnya adalah agama rahmat (kasih sayang) bagi seluruh alam. Kekerasan yang kejam dan membabibuta sangat dilarang dalam Islam. Walaupun dalam awal perkembangan Islam dilakukan dengan peperangan namun tidak dilakukan dengan cara teror, merusak, menghancurkan dan membunuh secara diam-diam dalam situasi damai, dengan korban yang acak mulai anak-anak, wanita dan bahkan umat Islam sendiri. Termasuk taktik bom bunuh diri sungguh dikutuk oleh Islam. Dengan demikian semua bentuk kekerasan dan terorisme yang terjadi selama ini tidak tepat bila disematkan pada Islam, lebih-lebih dengan label jihad.

TERORISME TERBESAR DILAKUKAN OLEH NON-ISLAM

Paul Wilkinson, dalam tesisnya berjudul Contemporary Research on Terrorism, menitikberatkan studi terorisme pada kontek ideologi dan keyakinan para pelaku teror. Untuk memahami terorisme secara mendalam perlu menggali motivasi pelaku dan mengkaitkannya dengan kondisi politik, histori, dan budaya tertentu serta ideology dan tujuan dari kelompok teroris yang terlibat. Diagram di samping menunjukkan hasil survei terhadap latar belakang ideologi insiden terorisme yang pernah terjadi antara tahun 1968-2004.

Diagram hasil survei tersebut menunjukan bahwa ternyata pelaku terorisme terbesar di dunia bukan karena motif agama atau Islam tapi justru extrimist komunis (20%) dan separatis nasionalis (31%) yang lebih dulu berbuat terorisme dengan volume yang jauh lebih besar daripada terorisme dengan latar belakang agama atau Islam. Terorisme / kekerasan dengan motif agama tidak lebih dari 14% di seluruh dunia.

Jasad PM Aldo Moro ditemukan dalam mobil setelah 54 hari diculik dan disekap kelompok radikal Red Brigades
Salah satu contoh adalah Italian Red Brigades, organisasi militan sayap kiri, Marxist-Leninist, berbasis di Italia, yang mulai dikenal 1970 dengan berbagai aksi penculikan, pembunuhan dan sabotase. Kelompok radikal ini didirikan oleh Renato Curcio yang pada tahun 1967 membentuk kelompok studi kiri di University of Trento dan mengagungkan tokoh-tokoh seperti Karl MarxMao Zedong, dan Che Guevara. Meskipun pada tahun 1976 ratusan anggota kelompok ini termasuk Curcio sendiri telah ditangkap dan dipenjarakan namun aksi maut mereka terus berlanjut. Termasuk korban penculikan dan pembunuhan militan Red Brigades adalah komandan anti teror kota Turin (1974) dan Perdana Menteri Aldo Moro (1978). Sumber:http://www.britannica.com/EBchecked/topic/494142/Red-Brigades,http://en.wikipedia.org/wiki/Red_Brigadeshttp://www.rnw.nl/english/article/italy-arrests-members-new-red-brigades

Perdana Menteri Spanyol, Admiral Luis Carrero Blanco, tewas dalam serangan bom mobil di Madrid pada tahun 1973
Anarkisme non-Islam lain yang tidak kalah keji dilakukan oleh ETA atau Euskadi Ta Askatasuna, kelompok bersenjata nasionalis separatis Basque. ETA adalah bagian terbesar dari Gerakan Nasional Pembebasan Basque dan dalang utama konflik Basque. Sejak tahun 1968 ETA bertanggung jawab atas 829 pembunuhan, ribuan korban cidera dan puluhan penculikan, termasuk pembunuhan terhadap perdana menteri Admiral Luis Carrero Blanco, pada 1973. Kelompok ETA telah dianggap sebagai organisasi terorisme berbahaya tidak hanya oleh pemerintah Spanyol dan Perancis, namun juga Uni Eropa secara keseluruhan dan Amerika Serikat. Organisasi ini mulai aktif sejak 1959 dan masih eksis hingga saat ini.
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/ETA,http://news.bbc.co.uk/onthisday/hi/dates/stories/december/20/newsid_2539000/2539129.stm.

TERORISME ISLAM TIDAK BERSIFAT IDEOLOGIS.

Apabila ditelaah secara teliti, terorisme oleh oknum-oknum Islam terutama di Indonesia tidak bersifat ideologis agamis. Pelaku teror tidak hendak memaksakan keyakinan pada umat lain untuk memeluk Islam. Aksi teror yang mereka kembangkan hanya merupakan ekspresi kebencian terhadap eksploitasi budaya barat yang jelas-jelas menentang peraturan Allah dan menginjak-injak norma-norma agama atas nama liberalisasi, seperti; pergaulan bebas (free sex), minuman keras, narkoba, perkawinan sesama jenis, pamer aurat, dan riba yang merajalela.



Sebagian bukti kekejian oleh non-Islam
Perbuatan teror juga tidak dipicu oleh faktor ekonomi atau kemiskinan. Sosok oknum yang berhasil ditangkap jelas-jelas menunjukkan mereka adalah orang-orang intelek dengan sokongan dana yang cukup. Secara logikapun orang miskin tidak mungkin melakukan operasi mahal itu. Perbuatan berani seperti itu hanya mungkin dilakukan oleh orang-orang yang memiliki keyakinan kuat dan berjiwa jihad, walaupun sesungguhnya mereka telah keliru menerapkan ayat jihad secara tepat. Perbuatan nekat para teroris lebih didorong oleh rasa ketidakadilan dan ketimpangan sosial yang terjadi di negeri ini. Beberapa studi telah menyimpulkan adanya korelasi kuat antara ketidakadilan dengan konflik bersenjata.

Aksi teror, vandalisme dan penghancuran lainnya oleh oknum-oknum Islam juga tidak berorientasi politik kekuasaan yang memaksakan ideologi Islam dalam ketatanegaraan. Karenanya aksi mereka ibarat percikan api kecil yang mudah dipadamkan dan tidak berpengaruh pada sejarah kebangsaan. Bandingkan dengan peristiwa G30S yang didalangi oleh komunis Indonesia, insiden yang menjadi lembaran hitam sejarah bangsa Indonesia untuk selamanya. Pembunuhan sepihak yang dilakukan oleh intelektual golongan besar secara sistematis dan terencana, yang jelas-jelas bertujuan merebut kekuasaan, dengan korban banyak nyawa pahlawan bangsa yang sangat berharga.

Manusia memang pendek ingatan. Saat ini banyak orang mengutuk Islam. Islam sebagai biang kerusakan. Organisasi jaringan teroris oleh segolongan Islam dianggap sangat berbahaya. Agama Islam sebagai momok yang menakutkan. Orang lebih mempertanyakan berapa korban teror WTC 11/9/2001. Berapa kerugian materi Bom Bali, dan seterusnya. Tapi mereka lupa berapa juta jiwa yang mati sia-sia dalam perang dunia ke satu dan kedua. Berapa ratus ribu manusia mati dan menderita secara mengerikan akibat pengeboman Nagasaki dan Heroshima. Juga apakah kita sudah lupa kepedihan seluruh bangsa ini akibat kejamnya penjajahan Jepang dan pahitnya ratusan tahun diperbudak oleh bangsa Belanda? Yang semua itu dilakukan oleh orang-orang BUKAN ISLAM.

Jelas bahwa penderitaan terbesar dan kerusakan fisik maupun moral paling dahsyat di muka bumi ini justru diciptakan olehgolongan-golongan non-Islam, orang-orang yang tidak pernah mempercayai ke-Esa-an Allah dan dengan arogan melecehkan kebenaran Rasulullah SAW dan kitab suci yang dibawanya, Al-Quran.

beratnya dosa riba


Hadist Ibnu Majah Jus 2 Kitabu Tijaroh Bab Beratnya dalam Riba

بَاب التَّغْلِيظِ فِي الرِّبَا
2264 - حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُوسَى عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ عَنْ أَبِي الصَّلْتِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ؛قَالَ :قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ((أَتَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي، عَلَى قَوْمٍ بُطُونُهُمْ كَالْبُيُوتِ، فِيهَا الْحَيَّاتُ تُرَى مِنْ خَارِجِ بُطُونِهِمْ. فَقُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرَائِيلُ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ أَكَلَةُ الرِّبَا))(ضعيف)
2264 - ... dari Abi Hurairoh; meriwayatkan: Rasulullah SAW bersabda, “Aku didatangkan pada malam Isro’, pada suatu kaum yang perutnya mirip rumah, dalam rumah tersebut ada beberapa ular yang diperlihatkan padaku keluar dari perut mereka, maka aku bertanya: Siapakah mereka ya Jibril? (Jibril) menjawab: Mereka adalah orang-orang yang makan riba”. (Dhoif)

2265 - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ عَنْ أَبِي مَعْشَرٍ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ((الرِّبَا سَبْعُونَ حُوبًا أَيْسَرُهَا أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ))(صحيح)
2265 - ... dari Abi Hurairoh; meriwayatkan: Rasulullah SAW bersabda, “ Riba itu mengandung 70 dosa, seringan-ringannya dosa riba setara dengan seorang laki-laki yang menzinai ibu kandungnya”. (Shohih)


2266 - حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ الصَّيْرَفِيُّ أَبُو حَفْصٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ زُبَيْدٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ((الرِّبَا ثَلَاثَةٌ وَسَبْعُونَ بَابًا))(صحيح)
2266 - ... dari Abdillah, dari Nabi SAW bersabda, Riba memiliki 70 pintu. (Shohih)

2267 - حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ الْحَارِثِ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ إِنَّ آخِرَ مَا نَزَلَتْ آيَةُ الرِّبَا وَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُبِضَ وَلَمْ يُفَسِّرْهَا لَنَا فَدَعُوا الرِّبَا وَالرِّيبَةَ (صحيح)
2267 - ... Umar bin al-Khatab bersabda: “Sesungguhnya ayat terakhir yang turun adalah masalah riba dan sesungguhya Rasulullah SAW diwafatkan dan belum sempat menerangkan kepada kami . Maka tinggalkanlah riba dan hal-hal yang meragukan”. (Shohih)

Keterangan: Ayat bab riba yang dimaksud adalah Surat Al Bakarah ayat 275
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

2268 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا سِمَاكُ بْنُ حَرْبٍ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يُحَدِّثُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَشَاهِدِيهِ وَكَاتِبَهُ (صحيح)
2268 - ... dari Abdillah bin Mas’ud sesungguhnya Rasulullah SAW melaknati orang yang makan riba, dan orang yang memberi makan riba, dan saksinya riba dan juru tulisnya riba. (Shohih)

2269 - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ ابْنُ عُلَيَّةَ حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ أَبِي هِنْدٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي خَيْرَةَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يَبْقَى مِنْهُمْ أَحَدٌ إِلَّا آكِلُ الرِّبَا فَمَنْ لَمْ يَأْكُلْ أَصَابَهُ مِنْ غُبَارِهِ (ضعيف)
2269 - ... dari Abi Hurairoh; meriwayatkan: Rasulullah SAW bersabda, “Niscaya akan datang sungguh pada manusia suatu zaman yang tidak dapat dihindarkan dari mereka seorangpun kecuali makan riba. Maka bila mereka tidak makan riba menimpa pada mereka debunya riba”.

2270 - حَدَّثَنَا الْعَبَّاسُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَوْنٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي زَائِدَةَ عَنْ إِسْرَائِيلَ عَنْ الرُّكَيْنِ بْنِ الرَّبِيعِ بْنِ عُمَيْلَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَحَدٌ أَكْثَرَ مِنْ الرِّبَا إِلَّا كَانَ عَاقِبَةُ أَمْرِهِ إِلَى قِلَّةٍ
2270 - ... dari Ibn Mas’ud sesungguhnya Nabi SAW bersabda,”Tidak ada seseorang yang memperbanyak hartanya melalui riba kecuali ada akibatnya pada kebangkrutan”.

BAROKAHNYA BEKERJA PADA PAGI HARI

Hadist Ibnu Majah No. 2227 & 2229 Kitabu Tijaroh (Shohih)

بَاب مَا يُرْجَى مِنْ الْبَرَكَةِ فِي الْبُكُورِ
2227 - حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ يَعْلَى بْنِ عَطَاءٍ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ حَدِيدٍ عَنْ صَخْرٍ الْغَامِدِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ((اللَّهُمَّ بَارِكْ لِأُمَّتِي فِي بُكُورِهَا))
قَالَ وَكَانَ إِذَا بَعَثَ سَرِيَّةً أَوْ جَيْشًا بَعَثَهُمْ فِي أَوَّلِ النَّهَارِ
قَالَ وَكَانَ صَخْرٌ رَجُلًا تَاجِرًا فَكَانَ يَبْعَثُ تِجَارَتَهُ فِي أَوَّلِ النَّهَارِ فَأَثْرَى وَكَثُرَ مَالُهُ
… Shokhri Al-Ghomidi meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW berdoa,” Ya Allah barokahilah umatku dalam waktu pagi hari mereka”.
(Shokhri) mengatakan: Nabi ketika mengutus bala tentaranya, (Beliau) memberangkatkan mereka pada awal siang (pagi hari)
(Umaroh) menceritakan bahwa Shokhri adalah laki-laki pedagang maka memberangkatkan dagangannya pada awal siang maka ia kaya dan banyak hartanya.

2229 - حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ حُمَيْدِ بْنِ كَاسِبٍ حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ الْجَدْعَانِيِّ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لِأُمَّتِي فِي بُكُورِهَا
.. Ibni Umar meriwayatkan bahwa Nabi SAW berdoa,” Ya Allah barokahilah umatku dalam waktu pagi hari mereka”.

Berdasarkan dalil tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa umat Islam dalam bekerja sebaiknya pada siang hari yang dimulai pada pagi hari. Bekerja / mencari maisah pada malam hari tidak disunahkan dalam Islam.

Minggu, 30 Januari 2011

PAHALA ORANG YANG MENGAJARKAN AGAMA ALLAH

Hadist Ibni Majah Jus 2 No. 2148 Bab Imbalan atas Mengajarkan Al-Quran (Shohih)

 

2148 - حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَعِيلَ قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا مُغِيرَةُ بْنُ زِيَادٍ الْمَوْصِلِيُّ عَنْ عُبَادَةَ بْنِ نُسَيٍّ عَنْ الْأَسْوَدِ بْنِ ثَعْلَبَةَ عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ عَلَّمْتُ نَاسًا مِنْ أَهْلِ الصُّفَّةِ الْقُرْآنَ وَالْكِتَابَةَ فَأَهْدَى إِلَيَّ رَجُلٌ مِنْهُمْ قَوْسًا فَقُلْتُ لَيْسَتْ بِمَالٍ وَأَرْمِي عَنْهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْهَا فَقَالَ إِنْ سَرَّكَ أَنْ تُطَوَّقَ بِهَا طَوْقًا مِنْ نَارٍ فَاقْبَلْهَا
 
Ubadah bin Shomit meriwayatkan: Aku mengajar manusia dari ahli masjid pada Al-Quran dan tulis menulis, maka seorang laki-laki memberiku hadiah sebuah busur panah. Aku (Ubadah bin Shomit) katakan, "tidak ada benda lain". Dan aku jatuhkan (shodakohkan) busur tersebut dalam sabilillah. Kemudian aku tanyakan hal tersebut pada Rasulullah SAW. Maka Nabi menjawab,”Seandainya engkau suka dikalungi busur tersebut dari kalung api maka terimalah”.

Hadist Ibni Majah Jus 2 No. 2149 Bab Imbalan atas Mengajarkan Al-Quran (Shohih)

 

2149 - حَدَّثَنَا سَهْلُ بْنُ أَبِي سَهْلٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ ثَوْرِ بْنِ يَزِيدَ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَعْدَانَ حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَلْمٍ عَنْ عَطِيَّةَ الْكَلَاعِيِّ عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ عَلَّمْتُ رَجُلًا الْقُرْآنَ فَأَهْدَى إِلَيَّ قَوْسًا فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنْ أَخَذْتَهَا أَخَذْتَ قَوْسًا مِنْ نَارٍ فَرَدَدْتُهَا
 
… dari Abi bin Ka’bin meriwayatkan aku mengajar seseorang pada Al-Quran maka aku diberi hadiah sebuah busur panah. Maka aku melaporkan masalah tersebut pada Rasulillah SAW. Maka (Rasulullah SAW) menjawab,”Jika engkau menerimanya engkau akan menerima busur api (di neraka)”. Maka aku kembalikan busur tersebut

Keterangan:
  • Dalil-dalil tersebut menunjukkan bahwa seseorang DILARANG menerima apapun sebagai imbalan mengajarkan Al-Quran atau secara umum mengajarkan agama.
  • Hendaknya seseorang tidak menjadikan mengajar agama sebagai profesi / alat untuk mencari penghidupan.

Senin, 24 Januari 2011

SETAN ADALAH MUSUH YANG UTAMA

Waspadalah Tipu Daya Setan

Musuh utama umat manusia adalah Iblis / setan. Di hadapan Allah Iblis telah bersumpah untuk menggoda anak turun Adam (manusia) agar mendapat laknat yang sama dari Allah.
Firman Allah;
Al Quran Surat Al ’Arof ayat 16-17
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ - 16 ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ –  
17
"Karena Engkau telah menyesatkan saya) Engkau telah menghukum saya; huruf ba mengandung makna qasam/sumpah dan sebagai jawabnya ialah (saya benar-benar akan menghalang-halangi mereka) yaitu anak-anak Adam (dari jalan Engkau yang lurus) maksudnya dari jalan yang dapat mempertemukan mereka kepada Engkau.
Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).
Al Quran Al Hijr ayat 39-40
قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لأزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الأَرْضِ وَلأغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ - 39 إِلاَّ عِبَادَكَ مِنْهُمْ الْمُخْلَصِينَ 
- 40
Iblis berkata, "Ya Rabbku! Oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat) artinya disebabkan Engkau telah menetapkan aku sesat; huruf ba pada lafal bimaa adalah bermakna qasam, sedangkan jawabnya ialah (pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik di muka bumi ini) terhadap perbuatan-perbuatan maksiat (dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya).
Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka.
Sejak jaman Nabi Adam sampai sekarang dan bahkan hingga akhir jaman Iblis terus berusaha menyesatkan dan merusak umat manusia dengan taktik yang licik. Iblis terus menghias-hiasi manusia dengan kenikmatan berada di jalan yang sesat, bangga dengan perbuatan dosa dan pelanggaran dan merasa aman saja berbuat kemungkaran.
Peringatan Allah
Al Quran Surat Al An’am ayat 142
قَالَ فَبِمَا .... وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
142
… dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan) jalan setan di dalam masalah pengharaman dan penghalalan. (Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu) yang jelas permusuhannya.
Al Quran Surat Al Fatir ayat 6
قَالَ فَبِمَا إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوّاً إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ6
Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagi kalian, maka anggaplah ia musuh (dengan cara taat kepada Allah dan tidak menaati setan) karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya (yakni pengikut-pengikutnya yang sama-sama kafir dengannya) supaya menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala (yakni neraka yang keras siksaannya).

Aktifitas dan Target Iblis

عَنْ أَبِى مُوْسَى عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ إِذَا أَصْبَحَ إِبْلِيْسُ بَثَّ جُنُوْدَهُ فَيَقُوْلُ مَنْ أَضَلَّ الْيَوْمَ مُسْلِمًا أَلْبَسْتُهُ التَّاجَ قَالَ فَيَخْرُجُ هَذَا فَيَقُوْلُ لَمْ أَزَلْ بِهِ حَتَّى طَلَقَ امْرَأَتَهُ فَيَقُوْلُ أَوْشَكَ أَنْ يَتَزَوَّجَ وَيَجِيْءُ هَذَا فَيَقُوْلُ لَمْ أَزَلْ بِهِ حَتَّى عَقَّ وَالِدَيِهِ فَيَقُوْلُ أَوْشَكَ أَنْ يَبِرَّ وَيَجِيْءُ هَذَا فَيَقُوْلُ لَمْ أَزَلْ بِهِ حَتَّى أَشْرَكَ فَيَقُوْلُ أَنْتَ أَنْتَ وَيَجِيْءُ هَذَا فَيَقُوْلُ لَمْ أَزَلْ بِهِ حَتَّى زَنَى فَيَقُوْلُ أَنْتَ أَنْتَ وَيَجِيْءُ هَذَا فَيَقُوْلُ لَمْ أَزَلْ بِهِ حَتَّى قَتَلَ فَيَقُوْلُ أَنْتَ أَنْتَ وَيُلْبِسُهُ التَّاجَ* رواه ابن حبان 
٦٢٩٥
Dari Abu Musa dari Rosululloh bersabda,”Ketika pagi-pagian Iblis menyebar bala tentaranya, maka ia berkata. “Siapa saja hari ini yang lebih bisa menyesatkan orang Islam, maka akan aku beri mahkota di kepalanya”.
Kemudian keluarlah seorang tentara dan berkata,”saya tidak henti-hentinya menyesatkan orang Islam hingga ia menceraikan istrinya”.
Iblis berkata,”Bisa jadi ia aka kawin lagi”.
Dan datanglah tentara iblis yang lain, kemudian berkata,”Saya tidak henti-hentinya menyesatkan orang Islam hingga ia durhaka kepada kedua orang tuanya”.
Iblis berkata,”bisa jadi ia akan berbuat baik kembali”.
Dan datanglah tentara iblis yang lain, kemudian berkata,” Saya tidak henti-hentinya menyesatkan orang Islam hingga ia berbuat syirik”.
Iblis berkata,”Kamu…kamu!”
Dan datanglah tentara iblis yang lain, kemudian berkata,” Saya tidak henti-hentinya menyesatkan orang Islam hingga ia berzina”.
Iblis berkata,”Kamu…kamu!”
Dan datanglah tentara iblis yang lain, kemudian berkata,” Saya tidak henti-hentinya menyesatkan orang Islam hingga ia membunuh”.
Iblis berkata,”Kamu…kamu!”
Kemudian dikenakanlah mahkota itu oleh iblis.


Kata ”Kamu…kamu!” menunjukkan bahwa iblis telah setuju dan merasa puas terhadap pasukannya yang berhasil menggoda manusia untuk melakukan perbuatan yang bisa mendatangkan laknat.


Maka berhati-hatilah terhadap bujuk rayu setan/iblis yang menyesatkan dan berakibat kehinaan dan penderitaan yang kekal di neraka.

Jumat, 21 Januari 2011

TENTANG ILMU

Hadist Shohih Bukhori Kitabu Ilmi Bab Fadhlil Ilmi


بَاب فَضْلِ الْعِلْمِ وَقَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى { يَرْفَعْ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ }
وَقَوْلِهِ عَزَّ وَجَلَّ { وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
 
}
Bab keutamaan Ilmu dan Firman Alla Ta’ala {niscaya Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.}
Dan Firman Allah maha Mulya dan Maha Agung {dan katakanlah Wahai Tuhanku tambahkanlah padaku ilmu}


Al-Quran Surat Al-Mujadalah ayat 11

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (
11)
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.


Hadist Sunan Abi Dawud no 2499 Kitabu Faroid

2499 - حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَمْروِ بْنِ السَّرْحِ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ زِيَادٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ رَافِعٍ التَّنُوخِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْعِلْمُ ثَلَاثَةٌ وَمَا سِوَى ذَلِكَ فَهُوَ فَضْلٌ آيَةٌ مُحْكَمَةٌ أَوْ سُنَّةٌ قَائِمَةٌ أَوْ فَرِيضَةٌ عَادِلَةٌ
… dari Abdillah bin Umar bin al’ash, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda,”ILMU itu (yang wajib dicari) ada tiga dan apa-apa di luar tiga tersebut hanyalah kelebihan (tidak wajib diperlajari) ayat yang untuk menghukumi (Al-Quran) atau sunah yang ditegakkan atau ilmu faroid yang adil.


Al-Quran Surat Al-Isro’ ayat 36

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا (
36)
Dan janganlah kamu mengerjakan apa yang kamu tidak mempunyai ILMU tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.


Al-Quran Surat Toha ayat 114

فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ وَلَا تَعْجَلْ بِالْقُرْآَنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضَى إِلَيْكَ وَحْيُهُ وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا (114) *القران سورة طه اية 
114
Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ILMU".

Senin, 17 Januari 2011

HAROM MERAYAKAN TAHUN BARU MASEHI BAGI ORANG ISLAM


Bismillah,
Diantara kebiasaan orang dalam memasuki tahun baru di berbagai belahan dunia adalah dengan merayakannya, seperti begadang semalam suntuk, pesta kembang api, tiup terompet pada detik-detik memasuki tahun baru, wayang semalam suntuk bahkan tidak ketinggalan dan sudah mulai ngetrend di beberapa tempat diadakan dzikir berjama’ah menyongsong tahun baru. Sebenarnya bagaimana Islam memandang perayaan tahun baru?
Bolehkah Merayakannya?

Tahun baru tidak termasuk salah satu hari raya Islam sebagaimana ‘Iedul Fitri, ‘Iedul Adha ataupun hari Jum’at. Bahkan hari tersebut tergolong rangkaian kegiatan hari raya orang-orang kafir yang tidak boleh diperingati oleh seorang muslim.

Suatu ketika seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam untuk meminta fatwa karena ia telah bernadzar memotong hewan di Buwanah (nama sebuah tempat), maka Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam menanyakan kepadanya: “Apakah disana ada berhala sesembahan orang Jahiliyah?” Dia menjawab, “Tidak”. Beliau bertanya, “Apakah di sana tempat dirayakannya hari raya mereka?” Dia menjawab, “Tidak”. Maka Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Tunaikan nadzarmu, karena sesungguhnya tidak boleh melaksanakan nadzar dalam maksiat terhadap Allah dan dalam hal yang tidak dimiliki oleh anak Adam”. (Hadits Riwayat Abu Daud dengan sanad yang sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan terlarangnya menyembelih untuk Allah di tempat yang bertepatan dengan tempat yang digunakan untuk menyembelih kepada selain Allah, atau di tempat orang-orang kafir merayakan pesta atau hari raya. Sebab itu berarti mengikuti mereka dan menolong mereka di dalam mengagungkan syi’ar-syi’ar kekufuran. Perbuatan ini juga menyerupai perbuatan mereka dan menjadi sarana yang mengantarkan kepada syirik. Apalagi ikut merayakan hari raya mereka, maka di dalamnya terdapat wala’ (loyalitas) dan dukungan dalam menghidupkan syi’ar-syi’ar kekufuran. Akibat paling berbahaya yang timbul karena berwala’ terhadap orang kafir adalah tumbuhnya rasa cinta dan ikatan batin kepada orang-orang kafir sehingga dapat menghapuskan keimanan.

Keburukan yang Ditimbulkan

Seorang muslim yang ikut-ikutan merayakan tahun baru akan tertimpa banyak keburukan, diantaranya:

1. Merupakan salah satu bentuk tasyabbuh (menyerupai) dengan orang-orang kafir yang telah dilarang oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam.
2. Melakukan amal ketaatan seperti dzikir, membaca Al Qur’an, dan sebagainya yang dikhususkan menyambut malam tahun baru adalah pebuatan bid’ah yang menyesatkan.
3. Ikhtilath (campur baur) antara pria dan wanita seperti yang kita lihat pada hampir seluruh perayaan malam tahun baru bahkan sampai terjerumus pada perbuatan zina, Na’udzubillahi min dzaalika…
4. Pemborosan harta kaum muslimin, karena uang yang mereka keluarkan untuk merayakannya (membeli makanan, bagi-bagi kado, meniup terompet dan lain sebagainya) adalah sia-sia di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Serta masih banyak keburukan lainnya baik berupa kemaksiatan bahkan kesyirikan kepada Allah.


PERAYAAN TAHUN BARU DALAH ADATNYA ORANG KAFIR



10 Kerusakan Menyambut Tahun Baru Masehi(Tahun Baru orang Kafir)
Alhamdulillah. Segala puji hanya milik Allah, Rabb yang memberikan hidayah demi hidayah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka hingga akhir zaman. Manusia di berbagai negeri sangat antusias menyambut perhelatan yang hanya setahun sekali ini. Hingga walaupun sampai lembur pun, mereka dengan rela dan sabar menunggu pergantian tahun. Namun bagaimanakah pandangan Islam -agama yang hanif- mengenai perayaan tersebut? Apakah mengikuti dan merayakannya diperbolehkan? Semoga artikel yang singkat ini bisa menjawabnya.

Sejarah Tahun Baru Masehi

Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM (sebelum masehi). Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.[1]
Dari sini kita dapat menyaksikan bahwa perayaan tahun baru dimulai dari orang-orang kafir dan sama sekali bukan dari Islam. Perayaan tahun baru ini terjadi pada pergantian tahun kalender Gregorian yang sejak dulu telah dirayakan oleh orang-orang kafir.

Berikut adalah beberapa kerusakan akibat seorang muslim merayakan tahun baru.

Kerusakan Pertama : Merayakan Tahun Baru Berarti Merayakan ‘Ied (Perayaan) yang Haram

Perlu diketahui bahwa perayaan (’ied) kaum muslimin ada dua yaitu ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha. Anas bin Malik mengatakan,

كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى
“Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan Mihrojan) di setiap tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mengatakan, ‘Dulu kalian memiliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu hari Idul Fithri dan Idul Adha.’”[2]

Namun setelah itu muncul berbagai perayaan (’ied) di tengah kaum muslimin. Ada perayaan yang dimaksudkan untuk ibadah atau sekedar meniru-niru orang kafir. Di antara perayaan yang kami maksudkan di sini adalah perayaan tahun baru Masehi. Perayaan semacam ini berarti di luar perayaan yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maksudkan sebagai perayaan yang lebih baik yang Allah ganti. Karena perayaan kaum muslimin hanyalah dua yang dikatakan baik yaitu Idul Fithri dan Idul Adha.

Perhatikan penjelasan Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’, komisi fatwa di Saudi Arabia berikut ini:
Al Lajnah Ad Da-imah mengatakan, “Yang disebut ‘ied atau hari perayaan secara istilah adalah semua bentuk perkumpulan yang berulang secara periodik boleh jadi tahunan, bulanan, mingguan atau semisalnya. Jadi dalam ied terkumpul beberapa hal:

1. Hari yang berulang semisal idul fitri dan hari Jumat.
2. Berkumpulnya banyak orang pada hari tersebut.
3. Berbagai aktivitas yang dilakukan pada hari itu baik berupa ritual ibadah ataupun non ibadah.

Hukum ied (perayaan) terbagi menjadi dua :

1. Ied yang tujuannya adalah beribadah, mendekatkan diri kepada Allah dan mengagungkan hari tersebut dalam rangka mendapat pahala, atau
2. Ied yang mengandung unsur menyerupai orang-orang jahiliah atau golongan-golongan orang kafir yang lain maka hukumnya adalah bid’ah yang terlarang karena tercakup dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa yang mengada-adakan amal dalam agama kami ini padahal bukanlah bagian dari agama maka amal tersebut tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Misalnya adalah peringatan maulid nabi, hari ibu dan hari kemerdekaan. Peringatan maulid nabi itu terlarang karena hal itu termasuk mengada-adakan ritual yang tidak pernah Allah izinkan di samping menyerupai orang-orang Nasrani dan golongan orang kafir yang lain. Sedangkan hari ibu dan hari kemerdekaan terlarang karena menyerupai orang kafir.”[3] -Demikian penjelasan Lajnah-

Begitu pula perayaan tahun baru termasuk perayaan yang terlarang karena menyerupai perayaan orang kafir.

Kerusakan Kedua : Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir

Merayakan tahun baru termasuk meniru-niru orang kafir. Dan sejak dulu Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mewanti-wanti bahwa umat ini memang akan mengikuti jejak orang Persia, Romawi, Yahudi dan Nashrani. Kaum muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian atau pun berhari raya.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ » . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ « وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ »
“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“[4]

Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ . قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ

“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” [5]

An Nawawi -rahimahullah- ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, “Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziro’ (hasta) serta lubang dhob (lubang hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nashroni. Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam hal kekufuran. Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini.”[6]

Lihatlah apa yang dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apa yang beliau katakan memang benar-benar terjadi saat ini. Berbagai model pakaian orang barat diikuti oleh kaum muslimin, sampai pun yang setengah telanjang. Begitu pula berbagai perayaan pun diikuti, termasuk pula perayaan tahun baru ini.

Ingatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara tegas telah melarang kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh).

Beliau bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” [7]

Menyerupai orang kafir (tasyabbuh) ini terjadi dalam hal pakaian, penampilan dan kebiasaan. Tasyabbuh di sini diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan kesepakatan para ulama (ijma’).[8]

Kerusakan Ketiga : Merekayasa Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru

Kita sudah ketahui bahwa perayaan tahun baru ini berasal dari orang kafir dan merupakan tradisi mereka. Namun sayangnya di antara orang-orang jahil ada yang mensyari’atkan amalan-amalan tertentu pada malam pergantian tahun. “Daripada waktu kaum muslimin sia-sia, mending malam tahun baru kita isi dengan dzikir berjama’ah di masjid. Itu tentu lebih manfaat daripada menunggu pergantian tahun tanpa ada manfaatnya”, demikian ungkapan sebagian orang. Ini sungguh aneh. Pensyariatan semacam ini berarti melakukan suatu amalan yang tanpa tuntunan. Perayaan tahun baru sendiri adalah bukan perayaan atau ritual kaum muslimin, lantas kenapa harus disyari’atkan amalan tertentu ketika itu? Apalagi menunggu pergantian tahun pun akan mengakibatkan meninggalkan berbagai kewajiban sebagaimana nanti akan kami utarakan.

Jika ada yang mengatakan, “Daripada menunggu tahun baru diisi dengan hal yang tidak bermanfaat, mending diisi dengan dzikir. Yang penting kan niat kita baik.”

Maka cukup kami sanggah niat baik semacam ini dengan perkataan Ibnu Mas’ud ketika dia melihat orang-orang yang berdzikir, namun tidak sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang melakukan dzikir yang tidak ada tuntunannya ini mengatakan pada Ibnu Mas’ud,

وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ الْخَيْرَ.

“Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.”

Ibnu Mas’ud lantas berkata,

وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ

“Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun mereka tidak mendapatkannya.” [9]

Jadi dalam melakukan suatu amalan, niat baik semata tidaklah cukup. Kita harus juga mengikuti contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baru amalan tersebut bisa diterima di sisi Allah.

Kerusakan Keempat : Terjerumus dalam Keharaman dengan Mengucapkan Selamat Tahun Baru

Kita telah ketahui bersama bahwa tahun baru adalah syiar orang kafir dan bukanlah syiar kaum muslimin. Jadi, tidak pantas seorang muslim memberi selamat dalam syiar orang kafir seperti ini. Bahkan hal ini tidak dibolehkan berdasarkan kesepakatan para ulama (ijma’).

Ibnul Qoyyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.

Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.”[10]

Kerusakan Kelima : Meninggalkan Perkara Wajib yaitu Shalat Lima Waktu

Betapa banyak kita saksikan, karena begadang semalam suntuk untuk menunggu detik-detik pergantian tahun, bahkan begadang seperti ini diteruskan lagi hingga jam 1, jam 2 malam atau bahkan hingga pagi hari, kebanyakan orang yang begadang seperti ini luput dari shalat Shubuh yang kita sudah sepakat tentang wajibnya. Di antara mereka ada yang tidak mengerjakan shalat Shubuh sama sekali karena sudah kelelahan di pagi hari. Akhirnya, mereka tidur hingga pertengahan siang dan berlalulah kewajiban tadi tanpa ditunaikan sama sekali. Na’udzu billahi min dzalik.

Ketahuilah bahwa meninggalkan satu saja dari shalat lima waktu bukanlah perkara sepele. Bahkan meningalkannya para ulama sepakat bahwa itu termasuk dosa besar.

Ibnul Qoyyim -rahimahullah- mengatakan, “Kaum muslimin tidaklah berselisih pendapat (sepakat) bahwa meninggalkan shalat wajib (shalat lima waktu) dengan sengaja termasuk dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, zina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.”[11]

Adz Dzahabi –rahimahullah- juga mengatakan, “Orang yang mengakhirkan shalat hingga keluar waktunya termasuk pelaku dosa besar. Dan yang meninggalkan shalat -yaitu satu shalat saja- dianggap seperti orang yang berzina dan mencuri. Karena meninggalkan shalat atau luput darinya termasuk dosa besar. Oleh karena itu, orang yang meninggalkannya sampai berkali-kali termasuk pelaku dosa besar sampai dia bertaubat. Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat termasuk orang yang merugi, celaka dan termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa).”[12]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengancam dengan kekafiran bagi orang yang sengaja meninggalkan shalat lima waktu. Buraidah bin Al Hushoib Al Aslamiy berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”[13] Oleh karenanya, seorang muslim tidak sepantasnya merayakan tahun baru sehingga membuat dirinya terjerumus dalam dosa besar.

Dengan merayakan tahun baru, seseorang dapat pula terluput dari amalan yang utama yaitu shalat malam. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ

“Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.”[14] Shalat malam adalah sebaik-baik shalat dan shalat yang biasa digemari oleh orang-orang sholih. Seseorang pun bisa mendapatkan keutamaan karena bertemu dengan waktu yang mustajab untuk berdo’a yaitu ketika sepertiga malam terakhir. Sungguh sia-sia jika seseorang mendapati malam tersebut namun ia menyia-nyiakannya. Melalaikan shalat malam disebabkan mengikuti budaya orang barat, sungguh adalah kerugian yang sangat besar.

Kerusakan Keenam : Begadang Tanpa Ada Hajat

Begadang tanpa ada kepentingan yang syar’i dibenci oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Termasuk di sini adalah menunggu detik-detik pergantian tahun yang tidak ada manfaatnya sama sekali. Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.”[15]

Ibnu Baththol menjelaskan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka begadang setelah shalat ‘Isya karena beliau sangat ingin melaksanakan shalat malam dan khawatir jika sampai luput dari shalat shubuh berjama’ah. ‘Umar bin Al Khottob sampai-sampai pernah memukul orang yang begadang setelah shalat Isya, beliau mengatakan, “Apakah kalian sekarang begadang di awal malam, nanti di akhir malam tertidur lelap?!”[16] Apalagi dengan begadang, ini sampai melalaikan dari sesuatu yang lebih wajib (yaitu shalat Shubuh)?!

Kerusakan Ketujuh : Terjerumus dalam Zina

Jika kita lihat pada tingkah laku muda-mudi saat ini, perayaan tahun baru pada mereka tidaklah lepas dari ikhtilath (campur baur antara pria dan wanita) dan berkholwat (berdua-duan), bahkan mungkin lebih parah dari itu yaitu sampai terjerumus dalam zina dengan kemaluan. Inilah yang sering terjadi di malam tersebut dengan menerjang berbagai larangan Allah dalam bergaul dengan lawan jenis. Inilah yang terjadi di malam pergantian tahun dan ini riil terjadi di kalangan muda-mudi. Padahal dengan melakukan seperti pandangan, tangan dan bahkan kemaluan telah berzina. Ini berarti melakukan suatu yang haram.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.”[17]

Kerusakan Kedelapan : Mengganggu Kaum Muslimin

Merayakan tahun baru banyak diramaikan dengan suara mercon, petasan, terompet atau suara bising lainnya. Ketahuilah ini semua adalah suatu kemungkaran karena mengganggu muslim lainnya, bahkan sangat mengganggu orang-orang yang butuh istirahat seperti orang yang lagi sakit. Padahal mengganggu muslim lainnya adalah terlarang sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

“Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.”[18]

Ibnu Baththol mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits ini adalah dorongan agar seorang muslim tidak menyakiti kaum muslimin lainnya dengan lisan, tangan dan seluruh bentuk menyakiti lainnya. Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Orang yang baik adalah orang yang tidak menyakiti walaupun itu hanya menyakiti seekor semut”.”[19] Perhatikanlah perkataan yang sangat bagus dari Al Hasan Al Basri. Seekor semut yang kecil saja dilarang disakiti, lantas bagaimana dengan manusia yang punya akal dan perasaan disakiti dengan suara bising atau mungkin lebih dari itu?!

Kerusakan Kesembilan : Meniru Perbuatan Setan dengan Melakukan Pemborosan

Perayaan malam tahun baru adalah pemborosan besar-besaran hanya dalam waktu satu malam. Jika kita perkirakan setiap orang menghabiskan uang pada malam tahun baru sebesar Rp.1000 untuk membeli mercon dan segala hal yang memeriahkan perayaan tersebut, lalu yang merayakan tahun baru sekitar 10 juta penduduk Indonesia, maka hitunglah berapa jumlah uang yang dihambur-hamburkan dalam waktu semalam? Itu baru perkiraan setiap orang menghabiskan Rp. 1000, bagaimana jika lebih dari itu?! Masya Allah sangat banyak sekali jumlah uang yang dibuang sia-sia. Itulah harta yang dihamburkan sia-sia dalam waktu semalam untuk membeli petasan, kembang api, mercon, atau untuk menyelenggarakan pentas musik, dsb. Padahal Allah Ta’ala telah berfirman,

وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ

“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (Qs. Al Isro’: 26-27)

Ibnu Katsir mengatakan, “Allah ingin membuat manusia menjauh sikap boros dengan mengatakan: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” Dikatakan demikian karena orang yang bersikap boros menyerupai setan dalam hal ini.

Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu bukan pada jalan yang benar.” Mujahid mengatakan, “Seandainya seseorang menginfakkan seluruh hartanya dalam jalan yang benar, itu bukanlah tabdzir (pemborosan). Namun jika seseorang menginfakkan satu mud saja (ukuran telapak tangan) pada jalan yang keliru, itulah yang dinamakan tabdzir (pemborosan).” Qotadah mengatakan, “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.”[20]

Kerusakan Kesepuluh : Menyia-nyiakan Waktu yang Begitu Berharga

Merayakan tahun baru termasuk membuang-buang waktu. Padahal waktu sangatlah kita butuhkan untuk hal yang bermanfaat dan bukan untuk hal yang sia-sia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi nasehat mengenai tanda kebaikan Islam seseorang,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.” [21]

Ingatlah bahwa membuang-buang waktu itu hampir sama dengan kematian yaitu sama-sama memiliki sesuatu yang hilang. Namun sebenarnya membuang-buang waktu masih lebih jelek dari kematian.

Semoga kita merenungkan perkataan Ibnul Qoyyim, “(Ketahuilah bahwa) menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu (membuatmu lalai) dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”[22]

Seharusnya seseorang bersyukur kepada Allah dengan nikmat waktu yang telah Dia berikan. Mensyukuri nikmat waktu bukanlah dengan merayakan tahun baru. Namun mensyukuri nikmat waktu adalah dengan melakukan ketaatan dan ibadah kepada Allah. Itulah hakekat syukur yang sebenarnya. Orang-orang yang menyia-nyiakan nikmat waktu seperti inilah yang Allah cela. Allah Ta’ala berfirman,

أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُم مَّا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَن تَذَكَّرَ وَجَاءكُمُ النَّذِيرُ

“Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?” (Qs. Fathir: 37). 

Qotadah mengatakan, “Beramallah karena umur yang panjang itu akan sebagai dalil yang bisa menjatuhkanmu. Marilah kita berlindung kepada Allah dari menyia-nyiakan umur yang panjang untuk hal yang sia-sia.”[23]

Inilah di antara beberapa kerusakan dalam perayaan tahun baru. Sebenarnya masih banyak kerusakan lainnya yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu dalam tulisan ini karena saking banyaknya. Seorang muslim tentu akan berpikir seribu kali sebelum melangkah karena sia-sianya merayakan tahun baru. Jika ingin menjadi baik di tahun mendatang bukanlah dengan merayakannya. Seseorang menjadi baik tentulah dengan banyak bersyukur atas nikmat waktu yang Allah berikan. Bersyukur yang sebenarnya adalah dengan melakukan ketaatan kepada Allah, bukan dengan berbuat maksiat dan bukan dengan membuang-buang waktu dengan sia-sia. Lalu yang harus kita pikirkan lagi adalah apakah hari ini kita lebih baik dari hari kemarin? Pikirkanlah apakah hari ini iman kita sudah semakin meningkat ataukah semakin anjlok! Itulah yang harus direnungkan seorang muslim setiap kali bergulirnya waktu.

Ya Allah, perbaikilah keadaan umat Islam saat ini. Perbaikilah keadaan saudara-saudara kami yang jauh dari aqidah Islam. Berilah petunjuk pada mereka agar mengenal agama Islam ini dengan benar.

“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Qs. Hud: 88)