Mengenai Saya

Foto saya
bandung, jawa barat, Indonesia
Pendidikan : > SDN 05 Pariaman > SMPN 07 Sakarek ULu > SMAN 1 Pariaman > STAI{ Sekolah Tinggi agama islam } > Pondok Pesantren Kediri Jawa Timur Tahun 1997 _ 1999 > Pondok Pesantren Al-Barokah Purworejo, Jawa Tengah.pengajar di pon pes al huda riau,,2004 - 2006..Sekarang menetap di bandung.ALHAMDULILLAH......KATAM HADIST SHOHIH BUKHORI,SHOHIH MUSLIM,SUNAN NASAI,SUNAN ABU DAUD,SUNAN TIRMIZI,...

Sabtu, 15 Januari 2011

LDII ADALAH AHLU SUNNAH WAL JAMAAH

Assalaamu ‘alaikum wa rahmatullaahi a barakaatuh.
Saya sangat menyayangkan dan prihatin dengan kondisi sebagian “ulama” di Indonesia. Mereka sudah dipandang mumpuni oleh ummat. Akan tetapi membedakan sesat dan tidaknya suatu jama’ah / organisasi, mereka belum bisa objektif, masih katanya-katanya, kata si A LDII sesat dan menyesatkan, kata si B LDII menganggap ummat Islam selainnya kafir, dst…. Sungguh tragis. Benarkah LDII seperti yang mereka tuduhkan? Di sebuah toko buku beberapa waktu yang lalu beredar buku yang menguak kebohongan media massa dan nara sumbernya dalam memberitakan LDII, seperti Bambang Irawan, Subroto, Hasyim Rifa’i, dll. Judulnya “ISLAM JAMA’AH DI BALIK PENGADILAN MEDIA MASSA” Suatu analisis mengenai pembunuhan karakter terhadap Lemkari / LDII. Ternyata buku itu laku keras dan berita terakhir, buku itu diborong oleh orang / pihak tertentu yang tidak ingin rahasianya terbongkar (diketahui khalayak). Dan toko itupun juga diancam agar tidak menjual buku itu lagi.

Sebagai seorang intelek, tentunya tidak akan begitu saja menerima suatu berita itu benar atau salah. Tapi harus dibuktikan sendiri. Mengapa LDII semakin hari semakin berkembang? Padahal sejak lahirnya LDII thn 1972, warga LDII selalu digegeri, dirintangi, diintimidasi, diteror, bahkan sampai diisolir, disiksa. Bahkan dari kalangan intelek banyak juga yang inshaf dengan kebenaran LDII. Yaitu tadi, mereka tidak mudah percaya dengan issue-issue yang belum pasti benarnya. Termasuk saya, saya masuk LDII dengan kesadaran tinggi, bahwa Alloh menciptakan jin dan manusia tujuannya adalah untuk ber’ibadah kepadaNya. Beribadah tidak sembarang ibadah, tapi harus sesuai dengan tuntunan Allah dan Rosul-Nya, serta murni dari syirik, bid’ah, khurofat, takhayyul, dan lain-lain yang dilarang oleh Allah dan RasulNya. Untuk bisa mengetahui suatu amal itu sesuai dengan dalil Qur’an Hadits atau tidak, maka harus belajar (mengaji) Qur’an dan Hadits, bukan kitab2 karangan yang kebanyakan berisi bid’ah.
Saya juga sudah membaca buku “BAHAYA ISLAM JAMAAH, LEMKARI LDII” Ternyata dalam buku itu fakta dipelintir begitu kuatnya, sampai2 orang2 yang sudah punya titel “Kyai Haji” “S.Ag”, “Lc”, dll. titel, bisa tertipu oleh Bambang Irawan cs. Dia sebenernya sudah tahu kebenaran LDII, tapi karena ambisi pribadi yang tidak kesampaian, sehingga mengalahkan keinginannya masuk surga, selamat dari neraka yaitu dengan memutar balikkan fakta tentang LDII. Seperti paman Nabi s.a.w. (Abu Tholib) yang lebih menjaga gengsi di depan para pemuka kafir Quraisy, daripada mengucapkan kalimat tahlil yang bisa menyelamatkannya dari neraka.Padahal perjuangannya membela nabi luar biasa, tapi karena tidak mau iman, maka nabi mendo’akan agar dimasukkan ke neraka dengan siksa yang paling ringan. Nah, kalau Bambang Irawan, siapa yang akan mendo’akan dia supaya ringan siksanya? apakah jama’ah yang dia dirikan itu?
Ketahuilah! LDII berada di jalan yang haq, mengikuti kitabulloh dan sunnah Rosululloh s.a.w. yaqin dengan haqnya kitab Alloh dan sunnah RosulNya (Alqur’an dan Alhadits). Maka siapapun yang berusaha merusak LDII, menggegeri LDII, menyerang warga dan komplek LDII, dsb. warga LDII siap mati syahid membela haq milik dan keyaqinannya. Karena tidak semata-mata warga LDII membela LDII, tapi membela lestarinya ajaran Alqur’an dan Alhadits. Membela hak milik. “Li i’laa’i kalimaatillaahi hiyal ‘ulyaa”, man qutila duuna maalihi fahuwa syhiidun, dsb. Apalagi sekarang ada perlindungan HAM (Hak Asasi Manusia), tentu lebih sempurna.
Apakah LDII mengganggu kegiatan orang / ormas / agama lain??? Tidak ada ceritanya.
Dan saya sarankan agar cek and rechek terhadap suatu berita. Di LDII banyak ‘ulama dari luar LDII yang kemudian inshaf karena mengetahui benarnya LDII (LDII tidak seperti yang mereka tuduhkan).

MENGUNGKAP KEBOHOONGAN SALAFI

YANG MENYATAKAN DIRI MEREKA ADALAH AH- LUSSUNNAH WAL- JAMAAH.

Sebuah kritik atas kedustaan website al-ikhwan.net
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah. Sesungguhnya sebenar-benar ucapan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan sejelek-sejelek perkara adalah bid’ah, setiap bid’ah pasti sesat. Amma ba’du.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki untuk kalian amal-amal kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (QS. al-Ahzab : 70-71).'

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menentang rasul setelah jelas baginya petunjuk baginya dan dia mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman maka Kami akan membiarkan dia terombang-ambing dalam kesesatannya dan Kami akan memasukkannya ke dalam Jahannam, dan sesungguhnya Jahannam adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisaa’ : 115).

Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Katakanlah (hai Muhammad); Inilah jalanku! Aku berdakwah mengajak [manusia] menuju Allah di atas landasan bashirah/ilmu, inilah jalanku dan jalan orang-orang yang mengikutiku, dan Maha suci Allah aku bukan 
termasuk orang-orang yang musyrik.”
(QS. Yusuf : 108).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama adalah nasihat/ketulusan.” Para sahabat bertanya, “Untuk siapa wahai Rasulullah?”. Maka beliau menjawab, “Untuk Allah, rasul-Nya, Kitab-Nya, untuk para pemimpin kaum muslimin dan untuk segenap rakyatnya.” (HR. Muslim).

Sesungguhnya para ulama salaf [baca: ulama terdahulu] –semoga Allah menjadikan kita sebagai pengikut mereka yang sejati- telah mengajarkan kepada kita untuk bersikap lapang dada menerima kebenaran. Sudah sangat akrab dalam telinga kita ucapan mereka, “Apabila suatu hadits terbukti sahih maka itulah madzhabku.” Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah pernah mengatakan, “Barangsiapa menentang hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka dia berada di tepi jurang kehancuran.” Imam asy-Syafi’i rahimahullah juga mengatakan, “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barangsiapa yang telah jelas baginya ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tidak halal baginya untuk meninggakan hal itu gara-gara mengikuti pendapat siapa saja.” (bacalah atsar-atsar ini dalam mukadimah Shifat Sholat Nabi karya Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah).

Oleh sebab itulah sebagai bentuk nasehat kepada saudara kami sesama kaum muslimin yang merindukan kebenaran dan keridhaan ar-Rahman, dalam kesempatan ini kami ‘terpaksa’ menyajikan tulisan yang cukup pedas ini kepada khalayak. Salah seorang tokoh gerakan dakwah –semoga Allah menunjukinya- pernah mengatakan ungkapan yang tidak layak untuk kita ingkari, “Maka tidak ada seorang pun yang boleh merasa lebih tinggi sehingga tak boleh untuk dibantah… dan tidak ada seorang pun yang boleh menyombongkan diri terhadap kebenaran [yang datang]…” (Ucapan Salman al-Audah, sebagaimana dikutip oleh Syaikh Ali Hasan al-Halabi hafizhahullah dalam Mukadimah Su’al wa Jawab haula Fiqh al-Waqi’, hal. 15).

Saudaraku sekalian –semoga Allah melapangkan dada kita untuk mengikuti kebenaran- sesungguhnya kadzib atau dusta adalah salah satu akhlak tercela yang diperingatkan dengan keras oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian juga mempertahankan kebodohan adalah salah satu karakter jahiliyah yang tidak pantas untuk dilestarikan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu mengikuti apa-apayang kamu tidak memiliki ilmu tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, itu semua pasti akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. al-Israa’ : 36). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Sesungguhnya Rabbku hanya mengharamkan perkara-perkara yang keji yang tampak maupun yang tersembunyi, perbuatan dosa, melampaui batas tanpa alasan yang benar, kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang sama sekali tidak Allah turunkan bukti atasnya, dan [Allah juga mengharamkan] kalian berbicara tentang Allah apa yang kalian tidak ketahui ilmunya.” (QS. al-A’raaf : 33).
Sebuah perkara yang sudah demikian jelas bagi umat Islam dan para ulamanya bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang-orang yang mengikuti pemahaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, baik dalam hal aqidah, akhlaq, ibadah, jihad, maupun dalam hal dakwah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang terdahulu dan pertama-tama berjasa bagi umat Islam yaitu kaum Muhajirin dan Anshar dan juga orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah telah ridha kepada mereka, dan mereka pun ridha kepada-Nya. Allah menyediakan untuk mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, itulah keberuntungan yang sangat besar.” (QS. at-Taubah : 100). Salaf adalah generasi terdahulu umat ini dari kalangan Muhajirin dan Anshar, para tabi’in dan juga tabi’ut tabi’in. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah di jamanku [para sahabat], kemudian sesudahnya [tabi’in], kemudian sesudahnya lagi [tabi’ut tabi’in].” (HR. Bukhari dan Muslim). Suatu ketika beliau juga bersabda kepada Fathimah radhiyallahu’anha, “Sesungguhnya sebaik-baik salaf/pendahulu untukmu adalah aku.” (HR. Muslim).
Imam al-Auza’i rahimahullah mengatakan, “Wajib bagi kalian untuk mengikuti jejak para salaf (sahabat), dan jauhilah pendapat akal orang-orang itu meskipun mereka menghias-hiasinya di hadapanmu dengan ucapan yang indah.” Imam adz-Dzahabi rahimahullah ketika memuji Imam ad-Daruquthni rahimahullah yang enggan untuk mendalami filsafat, beliau berkata, “Beliau [ad-Daruquthni] adalah seorang salafi.” Maka salafi adalah penisbatan kepada generasi terbaik umat ini. Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Bukanlah suatu aib bagi orang yang menampakkan madzhab salaf [secara terang-terangan] dan merasa mulia dengannya. Bahkan pernyataannya itu wajib diterima, dikarenakan madzhab salaf itu tidak lain merupakan kebenaran itu sendiri.” (bacalah Limadza ikhtartul manhaj salafy karya Syaikh Salim al-Hilali). ash-Shabuni rahimahullah –seorang ulama yang sangat terkenal- pun telah menulis kitabnya yang sangat masyhur dalam hal aqidah yaitu Aqidah Salaf Ash-habul Hadits. Bahkan, salah seorang tokoh gerakan Ikhwanul Muslimin di negeri ini pun mengakui bahwa salafi merupakan penisbatan yang terpuji, sebuah upaya merujuk kepada al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush shalih, itulah salafi, sebagaimana yang ditegaskan di dalam pernyataan ittijah fiqih Dewan Syari’ah Partai Keadilan [ataukah mereka mengatakan bahwa dalam hal fiqih ittijah mereka salafi namun dalam hal aqidah tidak salafi?].

Oleh sebab itu, sungguh perkara yang aneh bin ajaib dan sangat memprihatinkan ketika salah satu penulis mereka mengatakan dengan tanpa malu di dalam artikelnya yang mengupas tentang aqidah dan mengungkapkan nama lain dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah, saudaraku tersebut [yang tidak menyebutkan nama aslinya] –semoga Allah menyadarkannya- mengatakan, “Adapun istilah yang sekarang coba dipopulerkan oleh sebagian orang, yaitu istilah Salaf ataupun Salafi, maka itu tidak aku temukan dalam Al-Kitab maupun As-Sunnah, maka tidak perlu dihiraukan sedikitpun.” (Dirasat Fi Al-Aqidah Al-Islamiyyah, rubrik Tsaqafah Islamiyah, oleh: Abi AbduLLAAH. Dipublikasikan pada 29/1/2007 / 10 Muharram 1428 H).
Maha suci Allah dari apa yang mereka ucapkan. Ini jelas merupakan kedustaan atas nama al-Kitab, as-Sunnah, dan kitab-kitab ulama salaf. Allah lah yang menjadi saksi, sebelum mempublikasikan tulisan ini kepada khalayak saya telah mengirimkan minimal dua kali kritik dan komentar kepada mereka untuk meluruskan hal ini [komentar saya yang pertama sudah pernah saya kirimkan sejak beberapa waktu yang silam, dan saya berharap setelah itu terdapat kemajuan, namun dengan takdir Allah beberapa waktu lamanya saya tidak lagi membukanya dan kini dengan tampilan barunya ternyata tulisan itu tidak berubah satu kata pun!]. Namun kiranya tanggapan saya tidak mereka perhatikan. Maka dari itu, saya harus mengemukakan kekeliruan ini kepada para pembaca sekalian agar saudara-saudara kita yang lain tidak ikut terpedaya oleh kepalsuan dan kekeliruan yang diserukan oleh sebagian manusia. Saya berharap dengan sangat agar penulis artikel tersebut meralat ucapannya yang sangat fatal dan bahkan bertentangan dengan pernyataan tokoh Ikhwanul Muslimin sendiri, dan yang lebih menyedihkan adalah ternyata apa yang ditulisnya bertentangan dengan al-Kitab, as-Sunnah dan perkataan para a’immah! Laa haula wa laa quwwata illa billaah!
Sadarlah wahai para pemuda! Islam tidak mengenal prinsip tujuan menghalalkan segala cara. Di dalam Islam dusta adalah perbuatan dosa yang sangat besar. Oleh sebab itu para ulama hadits masih tetap menerima riwayat ahlu bid’ah selama dia tidak mengajak kepada bid’ahnya dan tidak dikenal berdusta. Bahkan, para pendusta itu lebih hina dalam pandangan mereka [ulama ahli hadits] daripada kaum ahlu bid’ah. Maka mereka tidak segan-segan untuk menggelari para tukang dusta itu dengan ‘Kadzdzab’,’ Dajjal’ dan lain sebagainya demi terpeliharanya keutuhan dan kemurnian hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam serta ajaran Islam dari berbagai kotoran penyimpangan.
Oleh sebab itu wahai saudaraku, tegakkanlah keadilan yang sering kalian dengung-dengungkan itu, belalah kebenaran dan kejujuran yang sering kalian serukan itu, bersikaplah terbuka dan jangan taklid buta, berpikirlah dengan jernih, “Apakah kalian perintahkan manusia untuk mengerjakan kebaikan sementara kalian melupakan diri kalian sendiri?”. Janganlah seperi ahli kitab yang ‘ngotot’ menyembunyikan kebenaran padahal mereka mengetahuinya. Aduhai, tidakkah kalian ingat sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jauhilah dusta, sesungguhnya dusta akan menyeret kepada perbuatan fajir, dan sesungguhnya perbuatan fajir akan menyeret menuju neraka. Sesungguhnya apabila seseorang selalu berbuat dusta maka di sisi Allah orang itu akan tercatat sebagai seorang pendusta. ” (HR. Bukhari dan Muslim).
Silakan anda menilai -wahai saudaraku yang bijak- siapakah yang layak untuk kita hiraukan? Hadits-hadits Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan ucapan para ulama ataukah perkataan tanpa dasar yang sangat arogan semacam itu, “Adapun istilah yang sekarang coba dipopulerkan oleh sebagian orang, yaitu istilah Salaf ataupun Salafi, maka itu tidak aku temukan dalam Al-Kitab maupun As-Sunnah, maka tidak perlu dihiraukan sedikitpun.” (Dirasat Fi Al-Aqidah Al-Islamiyyah, rubrik Tsaqafah Islamiyah, oleh: Abi AbduLLAAH. Dipublikasikan pada 29/1/2007 / 10 Muharram 1428 H). Ini adalah ucapan yang sangat arogan, belum pernah kita dengar ada di antara ulama salaf yang mengatakan demikian.
Kalau hadits Nabi dan keterangan para ulama tidak perlu dihiraukan, maka ucapan siapa lagi yang akan kita ikuti wahai saudaraku? Benarlah firman Allah ta’ala (yang artinya), “Katakanlah; Maukah aku kabarkan kepada kalian orang-orang yang paling merugi amalnya; yaitu orang-orang yang sia-sia usahanya di dalam kehidupan dunia sedangkan mereka mengira bahwa mereka telah berbuat yang sebaik-baiknya.” (QS. al-Kahfi : 103-104). Sungguh benar ucapan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan namun tidak mendapatkannya.”
Sebagai nasehat terakhir, renungkanlah kandungan firman Allah ta’ala (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki untuk kalian amal-amal kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (QS. al-Ahzab : 70-71). Semoga lisan-lisan kita terjaga dari dusta, demikian pula pena yang kita goreskan, ingatlah bahwa semuanya dicatat oleh malaikat dan setiap kita akan ditanya tentang apa yang telah diperbuatnya di alam dunia. “Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami bahwa yang benar itu adalah benar dan karuniakanlah kepada kami kemampuan untuk mengikutinya, dan tunjukkanlah kepada kami bahwa yang batil itu batil serta karuniakan kepada kami kemampuan untuk menjauhinya.” “Ya Allah, janganlah Kau sesatkan hati kami setelah Kau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha pemberi karunia.” Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdu lillahi Rabbil ‘alamin.

PRAKTEK DOA QUNUT

Qunut Diamalkan Ketika Keadaan Dhorurot/Bahaya Dalam Sholat Witir

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيْدٍ وَأَحْمَدُ بْنُ جَوَّاسٍ الْحَنَفِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُوْ الْأَحْوَصِ عَنْ أَبِيْ إِسْحَقَ عَنْ بُرَيْدِ بْنِ أَبِيْ مَرْيَمَ عَنْ أَبِيْ الْحَوْرَاءِ قَالَ قَالَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَلَّمَنِيْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَاتٍ أَقُوْلُهُنَّ فِيْ الْوِتْرِ قَالَ ابْنُ جَوَّاسٍ فِيْ قُنُوْتِ الْوِتْرِ اللَّهُمَّ اهْدِنِيْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِيْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِيْ شَرَّ مَا قَضَيْتَ إِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلَا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ * رواه سنن أبو داود الألباني صحيح
 
Khasan bin Ali berkata: aku pernah diajari Nabi Kalimat yang dibaca/diamalkan dalam Sholat witir

اللَّهُمَّ اهْدِنِيْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِيْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِيْ شَرَّ مَا قَضَيْتَ إِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلَا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ
 ,
Ibnu juwas berkata: kalimat tersebut dibaca dalam Qunut Shotal witir (ganjil) .(HR.Sunan Abu Daud).

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ سَنَةَ إِحْدَى وَثَلَاثِيْنَ وَمِائَتَيْنِ حَدَّثَنَا وَكِيْعٌ فِيْ سَنَةِ خَمْسٍ وَتِسْعِيْنَ وَمِائَةٍ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ فِيْ مَجْلِسِ الْأَعْمَشِ مُنْذُ خَمْسِيْنَ سَنَةً حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مُرَّةَ الْجَمَلِيُّ فِيْ زَمَنِ خَالِدٍ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ الْحَارِثِ الْمُكَتِّبِ عَنْ قَيْسِ بْنِ طَلْقٍ الْحَنَفِيِّ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُوْلُ فِيْ دُعَائِهِ رَبِّ أَعِنِّيْ وَلَا تُعِنْ عَلَيَّ وَانْصُرْنِيْ وَلَا تَنْصُرْ عَلَيَّ وَامْكُرْ لِيْ وَلَا تَمْكُرْ عَلَيَّ وَاهْدِنِيْ وَيَسِّرْ الْهُدَى لِيْ وَانْصُرْنِيْ عَلَى مَنْ بَغَى عَلَيَّ رَبِّ اجْعَلْنِيْ لَكَ شَكَّارًا لَكَ ذَكَّارًا لَكَ رَهَّابًا لَكَ مُطِيْعًا إِلَيْكَ مُخْبِتًا إِلَيْكَ أَوَّاهًا مُنِيبًا رَبِّ تَقَبَّلْ تَوْبَتِيْ وَاغْسِلْ حَوْبَتِيْ وَأَجِبْ دَعْوَتِيْ وَاهْدِ قَلْبِيْ وَسَدِّدْ لِسَانِيْ وَثَبِّتْ حُجَّتِيْ وَاسْلُلْ سَخِيْمَةَ قَلْبِيْ قَالَ أَبُوْ الْحَسَنِ الطَّنَافِسِيُّ قُلْتُ لِوَكِيْعٍ أَقُوْلُهُ فِيْ قُنُوْتِ الْوِتْرِ قَالَ نَعَمْ * رواه سنن إبن ماجه الألباني صحيح
 
Sesungguhnya Nabi berdoa dalam Qunut Sholat witir:

رَبِّ أَعِنِّيْ وَلَا تُعِنْ عَلَيَّ وَانْصُرْنِيْ وَلَا تَنْصُرْ عَلَيَّ وَامْكُرْ لِيْ وَلَا تَمْكُرْ عَلَيَّ وَاهْدِنِيْ وَيَسِّرْ الْهُدَى لِيْ وَانْصُرْنِيْ عَلَى مَنْ بَغَى عَلَيَّ رَبِّ اجْعَلْنِيْ لَكَ شَكَّارًا لَكَ ذَكَّارًا لَكَ رَهَّابًا لَكَ مُطِيْعًا إِلَيْكَ مُخْبِتًا إِلَيْكَ أَوَّاهًا مُنِيبًا رَبِّ تَقَبَّلْ تَوْبَتِيْ وَاغْسِلْ حَوْبَتِيْ وَأَجِبْ دَعْوَتِيْ وَاهْدِ قَلْبِيْ وَسَدِّدْ لِسَانِيْ وَثَبِّتْ حُجَّتِيْ وَاسْلُلْ سَخِيْمَةَ قَلْبِيْ
 
, Abu Khasan berkata: Aku berkata kepada waqik: Apakah saya didalam mengamalkan Qunut itu dalam Sholat witir,,,? Waqik berkata,"Iya". ( HR. Sunan Ibnu Majah)

دحَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّازَّقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ قَالَ أَخْبَرَنِيْ عَاصِمُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَدَ عَلَى شَيْءٍ قَطُّ مَا وَجَدَ عَلَى أَصْحَابِ بِئْرِ مَعُونَةَ أَصْحَابِ سَرِيَّةِ الْمُنْذِرِ بْنِ عَمْرٍو فَمَكَثَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى الَّذِيْنَ أَصَابُوْهُمْ فِيْ قُنُوْتِ صَلَاةِ الْغَدَاةِ يَدْعُو عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ وَلِحْيَانَ وَهُمْ مِنْ بَنِيْ سُلَيْمٍ * رواه مسند أحم
 
Anas bin Malik berkata: Saya tidak pernah melihat Nabi sama sekali seperti yang saya jumpai terhadap Nabi kepada Ashkhabi bikri Mauunah yaitu Ashkhabi Sariyati Al mundir bin Ammer, Nabi tinggal disana selama satu bulan untuk mendoakan berat kepada mereka pada Qunut Sholat Shubuh, yaitu Nabi mendoakan berat pada Ri’lin, Da’wan, Ushoiyah, Lihyan yang mana mereka dari golongan Bani Sulaim. (HR. Musnad Ahmad)

Dengan memahami, melihat, dan di cermati dengan seksama, bahwa ketiga dalil diatas Intinya menerangkan, menjelaskan, dan menunjukkan bahwa:
  1. Qunut itu diamalkan disetiap Sholat witir.
  2. Qunut itu diamalkan disaat kita dalam posisi dlorurot/dalam bahaya.
  3. Nabi mengamalkan Qunut dalam Sholat Shubuh hanya satu bulan itu saja dan selanjutnya Nabi sudah tidak pernah lagi mengamalkannya lagi dan disamping itu posisi Nabi memang benar-benar dalam keadaan bahaya/dorurot.
Maka dari itu dengan penjelasan diatas berarti intinya Qunut hanya diamalkan dalam sholat witir dan itupun juga kalau kita dalam posisi dlorurot atau dalam keadaan bahaya.