Mengenai Saya

Foto saya
bandung, jawa barat, Indonesia
Pendidikan : > SDN 05 Pariaman > SMPN 07 Sakarek ULu > SMAN 1 Pariaman > STAI{ Sekolah Tinggi agama islam } > Pondok Pesantren Kediri Jawa Timur Tahun 1997 _ 1999 > Pondok Pesantren Al-Barokah Purworejo, Jawa Tengah.pengajar di pon pes al huda riau,,2004 - 2006..Sekarang menetap di bandung.ALHAMDULILLAH......KATAM HADIST SHOHIH BUKHORI,SHOHIH MUSLIM,SUNAN NASAI,SUNAN ABU DAUD,SUNAN TIRMIZI,...

Rabu, 05 Januari 2011

PRINSIP-PRINSIP AQIDAH AHLI SUNNAH WAL JAMA’AH




PRINSIP-PRINSIP AQIDAH AHLI SUNNAH WAL JAMA’AH

I. PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allooh سبحانه وتعالى, Robb semesta alam yang telah menunjuki kita sekalian kepada cahaya Islam dan sekali-kali kita tidak akan mendapat petunjuk jika Allooh سبحانه وتعالى tidak memberi kita petunjuk. Kita mohon kepada-Nya agar kita senantiasa ditetapkan diatas hidayah-Nya sampai akhir hayat , sebagaimana difirmankan oleh Allooh سبحانه وتعالى :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ ﴿١٠٢﴾
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allooh dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati kecuali dalam keadaan Islam.” (QS Ali ‘Imroon ayat 102)
Begitu pula kita memohon agar hati kita tidak dicondongkan kepada kesesatan setelah kita mendapat petunjuk.
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ ﴿٨﴾
Artinya:
Ya Robb kami, janganlah Engkau palingkan hati-hati kami setelah Engkau memberi kami hidayah.”QS Ali ‘Imroon ayat 8) (
Dan semoga sholawat serta salam senantiasa Allooh limpahkan kepada Nabi kita, suri tauladan dan kekasih kita, Rosuulullooh Muhammad  صلى الله عليه وسلم, yang telah diutus-Nya sebagai rahmat bagi alam semesta. Dan semoga ridho-Nya selalu dilimpahkan kepada para shohabatnya yang shoolih, baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshoor, serta kepada para pengikutnya yang setia selama ada waktu malam dan siang.
Wa ba’du:
Inilah beberapa kalimat ringkas tentang penjelasan ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang pada kenyataan hidup masa kini diperselisihkan oleh ummat Islam sehingga mereka terpecah-belah. Hal itu terbukti dengan tumbuhnya berbagai kelompok (dakwah) kontemporer dan jama’ah-jama’ah yang berbeda-beda.
Masing-masing menyeru manusia (ummat Islam) kepada golongannya; mengklaim bahwa diri dan golongan mereka lah yang paling baik dan benar, sampai-sampai seorang Muslim yang masih awam menjadi bingung kepada siapakah dia belajar Islam dan kepada jama’ah mana dia harus ikut bergabung. Bahkan seorang kafir yang ingin masuk Islam pun bingung. Islam apakah yang benar yang harus didengar dan dibacanya; yakni ajaran Islam yang bersumber kepada Al Qur’an dan As Sunnah yang telah diterapkan dan tergambar dalam kehidupan para shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang mulia dan telah menjadi pedoman hidup sejak berabad-abad yang lalu, namun justru dia hanya bisa melihat Islam sebagai sebuah nama besar tanpa arti bagi dirinya.
Begitulah yang pernah dikatakan seorang Orientalis tentang Islam, “Islam itu tertutupi oleh ummatnya sendiri, “ yakni orang-orang yang mengaku-ngaku Muslim tetapi tidak konsisten (menetapi) dengan ajaran Islam yang sebenarnya. Kami tidak mengatakan bahwa Islam telah hilang seluruhnya oleh karena Allooh سبحانه وتعالى telah menjamin kelanggengan Islam ini dengan keabadian kitab-Nya, sebagaimana Dia telah berfirman:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ ﴿٩﴾
Artinya:
Sesungguhnya Kami lah yang telah menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS Al Hijr ayat 9)
Maka, pastilah akan senantiasa ada segolongan kaum Muslimin yang tetap teguh (konsisten) memegang ajarannya dan memelihara serta membelanya sebagaimana difirmankan Allooh سبحانه وتعالى:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَلاَ يَخَافُونَ لَوْمَةَ لآئِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاءُ وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ ﴿٥٤﴾
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kamu yang murtad dari agamanya (dari Islam), maka kelak Allooh akan mendatangkan suatu kaum yang Allooh mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lembut terhadap orang mu’min, dan bersikap keras terhadap orang-orang kaafir, mereka berjihad di jalan Allooh, dan tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela…” (QS Al Maa’idah ayat 54)
Dan firman Allooh سبحانه وتعالى:
هَاأَنتُمْ هَؤُلَاء تُدْعَوْنَ لِتُنفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَمِنكُم مَّن يَبْخَلُ وَمَن يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَن نَّفْسِهِ وَاللَّهُ الْغَنِيُّ وَأَنتُمُ الْفُقَرَاء وَإِن تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْماً غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ ﴿٣٨﴾
Artinya:
Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allooh. Maka di antara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allooh-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan(Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu (ini).” (QS Muhammad ayat 38)
Golongan atau jama’ah yang dimaksud adalah seperti yang disabdakan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam hadits:
عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِى ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِىَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ »
Akan senantiasa ada segolongan dari ummatku yang tetap membela al haq. Mereka senantiasa unggul; yang menghina dan menentang mereka tidak akan mampu membahayakan mereka hingga datang keputusan Allooh سبحانه وتعالى, sedang mereka tetap dalam keadaan yang demikian.”Syarah Imaam Nawawy)
(Dikeluarkan oleh Imaam Al Bukhoory 4/3641, 7460; dan Imaam Muslim 5/juz 13, hal 65-67 pada 
II. AL FIRQOTUN NAJIYYAH ADALAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH
Pada masa kepemimpinan Rosuulullooh  صلى الله عليه وسلم, kaum Muslimin itu adalah ummat yang satu sebagaimana difirmankan Allooh  سبحانه وتعالى:
إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ ﴿٩٢﴾
Artinya:
Sesungguhnya kalian adalah ummat yang satu dan Aku (Allooh) adalah Robb kalian, maka beribadahlah kepada-Ku.” (QS Al Anbiyaa’ ayat 92)
Maka kemudian sudah beberapa kali kaum Yahudi dan Munafiqin berusaha memecah belah kaum Muslimin pada zaman Rosuulullooh  صلى الله عليه وسلم, namun mereka belum pernah berhasil. Telah berkata kaum Munafiq:
… لَا تُنفِقُوا عَلَى مَنْ عِندَ رَسُولِ اللَّهِ حَتَّى يَنفَضُّوا …﴿٧﴾
Artinya:
Janganlah kamu berinfaq kepada orang-orang yang berada disisi Rosuulullooh, supaya mereka bubar.”
Yang kemudian dibantah langsung oleh Allooh سبحانه وتعالى (pada lanjutan ayat yang sama):
…وَلِلَّهِ خَزَائِنُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَفْقَهُونَ ﴿٧﴾
Artinya:
Padahal milik Allooh lah perbendaharaan langit dan bumi, akan tetapi orang-orang munafiq itu tidak memahami.” (QS Al Munaafiquun ayat 7)
Demikian pula, kaum Yahudi pun berusaha memecah belah dan memurtadkan mereka dari dien mereka:
وَقَالَت طَّآئِفَةٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ آمِنُواْ بِالَّذِيَ أُنزِلَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُواْ وَجْهَ النَّهَارِ وَاكْفُرُواْ آخِرَهُ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ ﴿٧٢﴾
Artinya:
Segolongan (lain) dari Ahli Kitab telah berkata (kepada sesamanya): (pura-pura) berimanlah kamu kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang yang beriman (para shohabat Rosuul) pada permulaan siang dan ingkarilah pada akhirnya, mudah-mudahan (dengan cara demikian) mereka (kaum Muslimin) kembali kepada kekafiran.” (QS Ali ‘Imroon ayat 72)
Walau pun demikian, makar yang seperti itu tidak pernah berhasil karena Allooh سبحانه وتعالى menelanjangi dan menghinakan (usaha) mereka.
Kemudian mereka berusaha untuk kedua kalinya kembali memecah belah kesatuan kaum muslimin (Muhajirin dan Anshor) dengan memanas-manasi kaum Anshor tentang permusuhan diantara mereka sebelum datangnya Islam dan perang syair diantara mereka. Lalu Allooh سبحانه وتعالى membongkar maker tersebut dalam firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوَاْ إِن تُطِيعُواْ فَرِيقاً مِّنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ يَرُدُّوكُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ ﴿١٠٠﴾
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, jika kalian mengikuti segolongan orang-orang yang diberi Al Kitab niscaya mereka akan mengembalikan kalian menjadi orang kaafir sesudah kalian beriman.” (QS Ali ‘Imroon ayat 100)
Sampai pada firman Allooh سبحانه وتعالى :
يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ … ﴿١٠٦﴾
Artinya:
Pada hari yang di waktu itu ada wajah-wajah berseri-seri dan muram….” (QS Ali ‘Imroon ayat 106)
Maka kemudian Nabi صلى الله عليه وسلم mendatangi kaum Anshor, menasihati dan mengingatkan mereka akan nikmat Islam dan bersatunya mereka pun melalui Islam, sehingga pada akhirnya mereka saling bersalaman dan berpelukan kembali setelah hampir terjadi perpecahan. (LihatTafsir Ibnu Katsir I/297 dan Asbabul Nuzul Al Wahidi hal. 149-150)
Dengan demikian gagallah pula makar Yahudi dan tetaplah kaum Muslimin berada dalam persatuan. Allooh سبحانه وتعالى memang memerintahkan mereka untuk bersatu diatas Al Haq dan melarang perselisihan dan perpecahan, sebagaimana firman-Nya:
وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّذِينَ تَفَرَّقُواْ وَاخْتَلَفُواْ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْبَيِّنَاتُ …﴿١٠٥﴾
Artinya:
Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang berpecah belah dan berselisih sesudah datangnya keterangan yang jelas…” (QS Ali ‘Imroon ayat 105)
Dan firman-Nya pula:
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعاً وَلاَ تَفَرَّقُواْ … ﴿١٠٣﴾
Artinya:
Dan berpegangteguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allooh, dan janganlah kamu sekalian berpecah belah…” (QS Ali Imron ayat 103)
Dan sesungguhnya Allooh  سبحانه وتعالى telah mensyariatkan persatuan kepada mereka dalam melaksanakan berbagai macam ibadah seperti: dalam sholat, dalam shiyam, dalam menunaikan haji dan dalam mencari ilmu. Nabi Muhammad  صلى الله عليه وسلم pun telah memerintahkan kaum Muslimin ini agar bersatu dan melarang mereka dari perpecahan dan perselisihan. Bahkan Beliau صلى الله عليه وسلم telah memberitakan suatu berita yang beri ajaran untuk bersatu dan larangan untuk berselisih, yakni berita tentang akan terjadinya perpecahan pada ummat ini sebagaimana hal tersebut telah terjadi pada ummat-ummat sebelumnya. Sabdanya:
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ
Sesungguhnya barang siapa yang masih hidup diantara kalian, ia akan melihat perselisihan yang banyak maka berpegang teguhlah kalian dengan sunnahku dan sunnah Khulafaa’ur Rosyidiin yang mendapat petunjuk setelahku.”
(Dikeluarkan oleh Imaam Abu Daawud 5/4607 dan Imaam Tirmidzi 5/2676 dan dia berkata hadits ini hasan shoohih; juga oleh Imaam Ahmad 4/126-127 dan Imaam Ibnu Maajah I/43)
Dan sabdanya pula:
افترقت اليهود على إحدى وسبعين فرقة وافترقت النصارى على اثنتين وسبعين فرقة وستفترق أمتي على ثلاث وسبعين فرقة كلها في النار إلا واحدة ] قالوا : من هي يا رسول الله ؟ ما أنا عليه وأصحابي
Telah berpecah kaum Yahudi menjadi 71 golongan; dan telah berpecah kaum Nashoro menjadi 72 golongan; sedang ummatku akan berpecah menjadi 73 golongan, semuanya akan masuk neraka kecuali satu.” Maka kami pun bertanya, “Siapakah yang satu itu ya Rosuulullooh? Beliau menjawab, “Yaitu barangsiapa berada pada apa-apa yang aku dan para shohabatku jalani hari ini.
(Diriwayatkan oleh Imaam Tirmidzi 5/2641 dan Al Hakim didalam Mustadrok-nya I/128-129, dan Imaam Al Ajuri didalam Asy Syari’ah hal. 16, dan Imaam Ibnu Nashr Al Marwazi dalam As Sunnah hal.22-23 cet. Yayasan Kutubits-Traqofiyah 1408 dan Imaam Al Lalikaa’i dalam Syarh Ushul I’tiqod Ahli Sunnah Wal Jama’ah, vol: I. No. 145-147)
Sesungguhnya telah nyata apa-apa yang telah diberitakan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka berpecahlah ummat ini pada akhir generasi shohabat walaupun perpecahan tersebut tidak berdampak besar pada kondisi ummat semasa generasi yang dipuji oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam sabdanya:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِى ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ »
Sebaik-baik kalian adalah generasiku, kemudian generasi yang datang sesudahnya, kemudian yang datang sesudahnya.”
(Dikeluarkan oleh Imaam Al Bukhoory 3/3650, 3651 dan Imaam Muslim 6/Juz.16 hal. 86-87 Syarh An Nawawi)
Perawi hadits ini berkata:
Saya tidak tahu apakah Rosuulullooh  menyebut setelah generasinya, dua atau tiga generasi.”
Yang demikian tersebut bisa terjadi karena masih banyaknya ‘Ulama dari kalangan muhaditsin,mufasirinfuqoha. Mereka termasuk sebagai ‘Ulama Tabi’in dan pengikut para Tabi’in serta para Imaam yang empat dan murid-murid mereka. Juga disebabkan masih kuatnya daulah-daulah Islamiyah pada abad-abad tersebut, sehingga firqoh-firqoh menyimpang yang mulai ada pada waktu itu mengalami pukulan yang melumpuhkan baik dari segi hujjah maupun kekuatannya. dan 
Setelah berlalunya abad-abad yang dipuji ini, bercampurlah kaum Muslimin dengan pemeluk beberapa agama-agama yang bertentangan. Diterjemahkannya kitab ilmu ajaran-ajaran kuffaar dan para raja Islam pun mengambil beberapa kaki tangan pemeluk ajaran kaafir untuk dijadikan menteri dan penasihat kerajaan, maka semakin dahsyat lah perselisihan dikalangan ummat dan bercampurlah berbagai ragam golongan dan ajaran. Begitu pun madzab-madzab yang bathil pun ikut bergabung dalam rangka merusak persatuan ummat. Hal it uterus berlangsung hingga zaman kita sekarang dan sampai masa yang dikehendaki Allooh سبحانه وتعالى. Walaupun demikian kita tetap bersyukur kepada Allooh سبحانه وتعالى karena Al Firqotun najiyyah Ahli Sunnah Wal Jama’ahmasih tetap berada dalam keadaan berpegangteguh dengan ajaran Islam yang benar, berjalan diatasnya, dan menyeru kepadanya, bahkan, akan tetap berada dalam keadaan demikian sebagaimana diberitakan dalam hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم  tentang keabadiannya, keberlangsungannya dan ketegarannya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allooh سبحانه وتعالى  demi langgengnya dien ini dan tegaknya hujjah atas para penentangnya.
Sesungguhnya kelompok kecil yang diberkahi ini berada diatas apa-apa yang pernah ada semasa shohabat رضي الله عنهم bersama Rosuululloohh  صلى الله عليه وسلم, baik dalam perkataan maupun perbuatan maupun keyakinannya, seperti yang disabdakan Beliau صلى الله عليه وسلم:
ما أنا عليه اليوم و أصحابي
“(Mereka yaitu barangsiapa yang) berada pada apa-apa yang aku dan para shohabatku jalani hari ini.”
(Diriwayatkan oleh Imaam Tirmidzi 5/2641 dan Al Hakim didalam Mustadrok-nya I/128-129, dan Imaam Al Ajuri didalam Asy Syari’ah hal. 16, dan Imaam Ibnu Nashr Al Marwazi dalam As Sunnah hal.22-23 cet. Yayasan Kutubits-Traqofiyah 1408 dan Imaam Al Lalikaa’i dalam Syarh Ushul I’tiqod Ahli Sunnah Wal Jama’ah, vol: I. No. 145-147)
Sesungguhnya mereka itu adalah sisa-sisa yang baik dari orang-orang yang tentang mereka Allooh سبحانه وتعالى telah berfirman:
فَلَوْلاَ كَانَ مِنَ الْقُرُونِ مِن قَبْلِكُمْ أُوْلُواْ بَقِيَّةٍ يَنْهَوْنَ عَنِ الْفَسَادِ فِي الأَرْضِ إِلاَّ قَلِيلاً مِّمَّنْ أَنجَيْنَا مِنْهُمْ وَاتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُواْ مَا أُتْرِفُواْ فِيهِ وَكَانُواْ مُجْرِمِينَ ﴿١١٦﴾
Artinya:
Maka mengapakah tidak ada dari ummat-ummat sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan (shoolih) yang melarang dari berbuat kerusakan di muka bumi kecuali sebagian kecil diantara orang-orang yang telah kami selamatkan diantara mereka, dan orang-orang yang dzolim hanya mementingkan kemewahan yang ada pada mereka; dan mereka adalah orang-orang yang berdosa.” (QS Huud ayat 116)
III. NAMA-NAMA AL FIRQOTUN NAJIYYAH DAN ARTINYA
Setelah kita mengetahui bahwa kelompok ini adalah golongan yang selamat dari kesesatan, maka tibalah giliran bagi kita untuk mengetahui pula nama-nama beserta ciri-cirinya agar kita dapat mengikutinya.
Sebenarnya kelompok ini memiliki nama-nama agung yang membedakannya dari kelompok-kelompok lain. Dan diantara nama-namanya adalah: al firqotun najiyah (golongan yang selamat); ath tho’ifahtul manshuuroh (golongan yang ditolong); dan ahlus sunnah wal jama’ah, yang artinya adalah sebagai berikut:
1. Bahwasanya kelompok ini adalah kelompok yang selamat dari api neraka sebagaimana telah dikecualikan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ketika menyebutkan kelompok-kelompok yang ada pada ummatnya dengan sabdanya:
Seluruhnya di neraka kecuali satu”; yakni yang tidak masuk kedalam neraka.
2. Bahwasanya kelompok ini adalah kelompok yang tetap berpegang teguh pada Al Qur’an dan As Sunnah dan apa-apa yang dipegang oleh As Saabiqun Al Awwalun (para pendahulu yang pertama), baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshor, sebagaimana disabdakan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم:
Mereka itu adalah siapa-siapa yang berjalan diatas apa-apa yang aku dan shohabatku lakukan hari ini.”
(Diriwayatkan oleh Imaam Tirmidzi 5/2641 dan Al Hakim didalam Mustadrok-nya I/128-129, dan Imaam Al Ajuri didalam Asy Syari’ah hal. 16, dan Imaam Ibnu Nashr Al Marwazi dalam As Sunnah hal.22-23 cet. Yayasan Kutubits-Traqofiyah 1408 dan Imaam Al Lalikaa’i dalam Syarh Ushul I’tiqod Ahli Sunnah Wal Jama’ah, vol: I. No. 145-147)
3. Bahwasanya pemeluk kelompok ini adalah mereka yang menganut paham Ahlus Sunnah Wal Jama’ahMereka itu bisa dibedakan dari kelompok lainnya pada dua hal pentingpertamaberpegang teguhnya mereka disebut sebagai pemeluk sunnah (ahlus sunnah).
Berbeda dengan kelompok-kelompok lain, karena mereka berpegang teguh dengan pendapat-pendapatnya. Oleh karena itu, kelompok-kelompok tersebut tidak dinisbatkan kepada sunnah, akan tetapi dinisbatkan kepada bid’ah-bid’ah dan kesesatan-kesesatan yang ada pada kelompok itu sendiri, seperti Al Qodariyah dan Al Murji’ah; atau dinisbatkan kepada para Imaamnya seperti Al Jahmiyah; atau dinisbatkan pada pekerjaan-pekerjaannya yang kotor seperti Ar Roofidhoh dan Al Khowarij.
Adapun perbedaan yang kedua, adalah bahwasanya mereka itu Ahlul Jama’ah karena kesepakatan mereka untuk berpegang teguh dengan Al Haq dan jauhnya mereka dari perpecahan.
Berbeda dengan kelompok-kelompok lain, mereka tidak bersepakat untuk berpegang teguh dengan Al Haq, akan tetapi mereka itu hanya mengikuti hawa nafsu mereka, maka tidak ada kebenaran pada mereka yang mampu menyatukan mereka.
4. Bahwasanya kelompok ini adalah golongan yang ditolong Allooh سبحانه وتعالى sampai hari kiamat. Karena gigihnya mereka dalam menolong dienullooh, maka Allooh  سبحانه وتعالى menolong mereka, seperti difirmankan Allooh سبحانه وتعالى:
… إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ … ﴿٧﴾
Artinya:
Jika kamu menolong Allooh, niscaya Allooh akan menolong kalian.”
(QS Muhammad ayat 7)
Oleh karena itu pula Nabi  telah bersabda:
لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِىَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ
Tidaklah yang menghina dan menentang mereka itu akan mampu memudhorotkan (membahayakan) mereka sampai datang keputusan Allooh Tabaroka Wa Ta’ala, sedang mereka itu tetap dalam keadaan demikian.”
(Dikeluarkan oleh Imaam Al Bukhoory 4/3641, 7460; dan Imaam Muslim 5/juz 13, hal 65-67 pada Syarah Imaam Nawawi)
IV. PRINSIP-PRINSIP AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH
Sesungguhnya Ahlus Sunnah Wal Jama’ah berjalan diatas prinsip-prinsip yang jelas dan kokoh, baik prinsip-prinsip yang agung ini bersumber pada Kitab Allooh سبحانه وتعالى dan sunnah Rosuul-Nya dan apa-apa yang dipegang teguh oleh para pendahulu ummat dari kalangan shohabat, tabi’in dan para pengikut mereka yang setia.
Prinsip-prinsip tersebut teringkas dalam butir-butir berikut:
PRINSIP PERTAMA:
Beriman kepada Allooh, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rosuul-rosuul-Nya, hari akhir dan taqdir baik dan buruk.
1. Iman kepada Allooh سبحانه وتعالى
Beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى, artinya berikrar dengan macam-macam tauhid yang tiga serta ber-I’tiqod dan beramal dengannya, yaitu Tauhid RububiyahTauhid Uluhiyah danTauhid Asma Wa Sifat.
Adapun Tauhid Rububiyah, adalah mentauhidkan segala apa yang dikerjakan Allooh سبحانه وتعالى, baik Mencipta, Memberi Rizqi, Menghidupkan dan Mematikan; dan bahwasanya Dia itu adalah Raja dan Penguasa segala sesuatu.
Tauhid Uluhiyah, artinya mengesakan Allooh سبحانه وتعالى melalui segala pekerjaan hamba yang dengan cara itu mereka bisa mendekatkan diri kepada Allooh سبحانه وتعالى, apabila memang hal itu disyari’atkan oleh-Nya seperti: berdo’a, takut, roja’ (harap), cinta, dzahb (penyembelihan),nadzar (janji), isti’aanahal istighotsah (minta bantuan), al isti’adzah(meminta perlindungan), sholat, shoum, haji, berinfaq di jalan Allooh dan segala apa saja yang disyari’atkan dan diperintahkan Allooh سبحانه وتعالى dengan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, baik dengan seorang malaikat, nabi, wali maupun yang lainnya. (minta pertolongan), 
Sedangkan makna Tauhid Asma wa Sifat adalah menetapkan apa-apa yang Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya telah tetapkan atas diri-Nya, baik itu berkenaan dengan nama-nama maupun sifat-sifat Allooh سبحانه وتعالى dan mensucikan-Nya dari segala aib dan kekurangan, sebagaimana hal tersebut telah disucikan oleh Allooh  سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya.
Semua ini kita yakini tanpa melakukan tamsil (perumpamaan), tanpa tasybih(penyerupaan), tahrifta’thil (penafi’an) dan tanpa takwil; seperti difirmankan Allooh سبحانه وتعالى: (penyelewengan), 
… لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ ﴿١١﴾
Artinya:
Tak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Asy Syuuro ayat 11)
Dan firman Allooh سبحانه وتعالى pula:
وَلِلّهِ الأَسْمَاء الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا… ﴿١٨٠﴾
Artinya:
Dan Allooh mempunyai nama-nama yang baik, maka berdo’alah kamu dengannya.” (QS Al A’roof ayat 180)
2. Iman Kepada Para Malaikat-Nya
Yakni membenarkan adanya para malaikat dan bahwasanya mereka itu adalah makhluk dari sekian banyak makhluk Allooh سبحانه وتعالى, diciptakan dari cahaya. Allooh سبحانه وتعالى menciptakan malaikat dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya dan menjalankan perintah-perintah-Nya di dunia ini, sebagaimana firman Allooh سبحانه وتعالى:
… بَلْ عِبَادٌ مُّكْرَمُونَ ﴿٢٦﴾ لَا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُم بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ ﴿٢٧﴾
Artinya:
“…. (bahkan malaikat-malaikat itu) adalah makhluk yang dimuliakan, mereka tidak mendahului-Nya dalam perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.” (QS Al Anbiyaa’ ayat 26-27)
… جَاعِلِ الْمَلَائِكَةِ رُسُلاً أُولِي أَجْنِحَةٍ مَّثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ يَزِيدُ فِي الْخَلْقِ مَا يَشَاءُ … ﴿١﴾
Artinya:
“(Allooh lah) yang menjadikan para malaikat sebagai utusan yang memiliki sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat; Allooh menambahkan pada makhluk-Nya apa-apa yang Dia kehendaki.” (QS Faathir ayat 1)
3. Iman Kepada Kitab-Kitab-Nya
Yakni membenarkan adanya kitab-kitab Allooh سبحانه وتعالى beserta segala kandungannya baik yang berupa hidayah (petunjuk) dan cahaya serta mengimani bahwasanya yang menurunkan kitab-kitab itu adalah Allooh سبحانه وتعالى sebagai petunjuk bagi seluruh manusia. Dan bahwasanya yang paling agung diantara sekian banyak kitab-kitab itu adalah tiga kitab yaitu Taurat, Injil dan Al Qur’an; dan diantara ketiga kitab agung tersebu ada yang teragung, yakni Al Qur’an yang merupakan mu’jizat yang agung. Allooh سبحانه وتعالى berfirman:
قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الإِنسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَن يَأْتُواْ بِمِثْلِ هَـذَا الْقُرْآنِ لاَ يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيراً ﴿٨٨﴾
Artinya:
Katakanlah (Hai Muhammad), “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur’an, niscaya mereka tidak akan mampu melakukannya, walaupun sesama mereka saling bahu membahu.” (QS Al Isroo’ ayat 88)
Dan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah mengimani bahwa Al Qur’an itu adalah kalam (firman) Allooh سبحانه وتعالى; dan dia bukanlah makhluk baik huruf maupun artinya.
Berbeda dengan pendapat golongan Jahmiyah dan Mu’tazilah, mereka mengatakan bahwa Al Qur’an adalah makhluk, baik huruf maupun maknanya.
Berbeda pula dengan pendapat Asy’ariyah dan yang menyerupai mereka, yang mengatakan bahwa kalam (firman) Allooh سبحانه وتعالى hanyalah artinya saja, sedangkan huruf-hurufnya adalah makhluk.
Menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, kedua pendapat tersebut adalah baathil, berdasarkan firman Allooh سبحانه وتعالى:
وَإِنْ أَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلاَمَ اللّهِ … ﴿٦﴾
Artinya:
Dan jika ada seorang dari kaum musyrikin meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar kalam Allooh (Al Qur’an).” (QS At Taubah ayat 6)
… يُرِيدُونَ أَن يُبَدِّلُوا كَلَامَ اللَّهِ … ﴿١٥﴾
Artinya:
“… Mereka ingin mengubah kalam Allooh.” (QS Al Fath ayat 15)
Disitu dengan tegas dinyatakan Al Qur’an sebagai kalam Allooh  سبحانه وتعالى, bukan kalam yang selain-Nya (dan bukan pula makhluk, pent-).
4. Iman Kepada Para Rosuul-Nya
Yakni membenarkan semua rosuul-rosuul baik yang Allooh سبحانه وتعالى sebutkan nama mereka maupun yang tidak; dari yang pertama sampai yang terakhir, dan penutup para nabi tersebut adalah nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Artinya pula, beriman kepada para rosuul seluruhnya dan beriman kepada Nabi kita secara terperinci serta mengimani bahwasanya beliau adalah penutup para nabi dan rosuul dan tidak ada nabi sesudahnya.
Maka barangsiapa yang keimanannya kepada para rosuul tidak demikian, berarti dia telah kaafir. Termasuk pula beriman kepada para rosuul adalah tidak melalaikan dan tidak berlebih-lebihan terhadap hak mereka dan harus berbeda dengan kaum Yahudi dan Nashoro yang berlebih-lebihan terhadap para rosuul mereka sehingga mereka menjadikan dan memperlakukan para rosuul itu seperti memperlakukan terhadap Tuhannya (Allooh سبحانه وتعالى), sebagaimana yang difirmankan Allooh  سبحانه وتعالى:
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللّهِ وَقَالَتْ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللّهِ … ﴿٣٠﴾
Artinya:
Dan orang-orang Yahudi berkata, “Uzair itu anak Allooh,” dan orang-orang Nashroni berkata, “Isa Al Masih itu anak Allooh…” (QS At Taubah ayat 30)
Sedangkan orang-orang Sufi dan para ahli filsafat telah bertindak sebaliknya. Mereka telah merendahkan dan menghinakan hak para rosuul dan lebih mengutamakan para pemimpin mereka.
Sedangkan kaum penyembah berhala dan atheis telah kaafir kepada seluruh rosuul tersebut. Orang-orang Yahudi telah kaafir terhadap Nabi Isa عليه السلام dan Muhammad  صلى الله عليه وسلم, sedangkan orang-orang Nashoro telah kaafir kepada nabi Muhammad  صلى الله عليه وسلم. Dan orang-orang yang mengimani sebagian, mengingkari sebagian (dari para rosuul Allooh), maka dia telah mengingkari dengan seluruh rosuul. Allooh سبحانه وتعالى telah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَن يُفَرِّقُواْ بَيْنَ اللّهِ وَرُسُلِهِ وَيقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَن يَتَّخِذُواْ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلاً ﴿١٥٠﴾ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقّاً وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَاباً مُّهِيناً ﴿١٥١﴾
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang kaafir kepada Allooh dan rosuul-rosuul-Nya dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allooh dan rosuul-Nya, dengan mengatakan, “Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kaafir kepada sebagian (yang lain),” serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan diantara yang demikian (iman dan kaafir), merekalah orang-orang yang kaafir sebenar-benarnya, Kami telah menyediakan untuk mereka siksa yang menghinakan.” (QS An Nisa ayat 150-151)
Dan Allooh سبحانه وتعالى juga berfirman:
… لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِ … ﴿٢٨٥﴾
Artinya:
Kami tidak membeda-bedakan seseorangpun (dengan yang lain) dari rosuul-rosuul-Nya….” (QS Al Baqoroh ayat 285)
5. Iman Kepada Hari Akhirat
Yakni membenarkan apa-apa yang akan terjadi setelah kematian dari hal-hal yang telah diberitakan Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم, baik tentang adzab dan nikmat kubur, hari kebangkitan dari kubur, hari berkumpulnya manusia di padang mahsyar, hari perhitungan dan ditimbangnya segala amal perbuatan dan pemberian buku laporan amal dengan tangan kanan atau kiri, tentang jembatan (shiroth), serta syurga dan neraka.
Disamping itu, keimanan untuk bersiap sedia dengan amalan-amalan shoolih dan meninggalkan amalan sayyiat (jahat) serta bertaubat daripadanya.
Dan sungguh telah mengingkari adanya hari akhir, orang-orang musyrik dan kaum dahriyyun, sedang orang-orang Yahudi dan Nashoro tidak mengimani hal ini dengan keimanan yang benar sesuai dengan tuntutan, walau mereka beriman akan adanya hari akhir. Firman Allooh سبحانه وتعالى:
وَقَالُواْ لَن يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلاَّ مَن كَانَ هُوداً أَوْ نَصَارَى تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ … ﴿١١١﴾
Artinya:
Dan mereka (Yahudi dan Nashoro) berkata, “Sekali-kali tidak masuk syurga, kecuali orang-orang (yang beragama) yahudi dan Nashoro.” Demikian itu angan-angan mereka yang kosong belaka….”QS Al Baqoroh ayat 111) (
وَقَالُواْ لَن تَمَسَّنَا النَّارُ إِلاَّ أَيَّاماً مَّعْدُودَةً … ﴿٨٠﴾
Artinya:
Dan mereka berkata, “Kami sekali-kali tidak akan disentuh api neraka, kecuali hanya dalam beberapa hari saja.” (QS Al Baqoroh ayat 80)
6. Iman Kepada Taqdir
Yakni beriman bahwasanya Allooh سبحانه وتعالى itu mengetahui apa-apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi; menentukan dan menulisnya dalam lauhul mahfudz; dan bahwasanya segala sesuatu yang terjadi, baik maupun buruk, kaafir, iman, ta’at, maksiat, itu telah dikehendaki, ditentukan dan diciptakan-nya; dan bahwasanya Allooh سبحانه وتعالى itu mencintai keta’atan dan membenci kemaksiatan.
Sedangkan hamba Allooh سبحانه وتعالى itu mempunyai kekuasaan, kehendak dan kemampuan memilih terhadap pekerjaan-pekerjaan yang mengantar mereka kepada ketaatan atau maksiat, akan tetapi semua itu mengikuti kemauan dan kehendak Allooh  سبحانه وتعالى.
Berbeda dengan pendapat golongan Jabariyah yang mengatakan bahwa manusia terpaksa dengan pekerjaan-pekerjaannya, tidak memiliki pilihan dan kemampuan.
Sebaliknya golongan Qodariyah mengatakan bahwasanya hamba itu memiliki kemauan yang berdiri sendiri dan bahwasanya dialah yang menciptakan pekerjaan dirinya, kemauan dan kehendak hamba itu terlepas dari kemauan dan kehendak Allooh سبحانه وتعالى.
Allooh  benar-benar telah membantah kedua pendapat diatas dengan firman-Nya:
وَمَا تَشَاؤُونَ إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ ﴿٢٩﴾
Artinya:
Dan kamu tidak bisa berkemauan seperti itu, kecuali apabila Allooh menghendakinya.” (QS At Takwir ayat 29)
Dengan ayat ini Allooh سبحانه وتعالى menetapkan adanya kehendak bagi setiap hamba sebagai bantahan terhadap Jabariyah yang ekstrim, bahkan menjadikannya sesuai dengan kehendak Allooh سبحانه وتعالى, hal ini merupakan bantahan atas golongan Qodariyah.
Dan beriman kepada taqdir dapat menimbulkan sikap sabar, sewaktu seorang hamba menghadapi berbagai cobaan dan menjauhkannya dari segala perbuatan dosa dan hal-hal yang tidak terpuji.
Bahkan dapat mendorong orang tersebut untuk giat bekerja dan menjauhkan dirinya dari sikap lemah, takut dan malas.
PRINSIP KEDUA:
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah bahwasanya: Iman itu adalah perkataan, perbuatan dan keyakinan / pembenaran (tashdiq) yang bisa bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kema’siyatan, maka iman itu bukan hanya perkataan dan perbuatan tanpa keyakinan sebab yang demikian itu merupakan keimanan kaum munafiq, dan bukan pula iman itu hanya sekedar ma’rifah (mengetahui) dan meyakini tanpa ikrar dan amal, sebab yang demikian itu merupakan keimanan orang-orang kaafir yang menolak kebenaran.
Allooh سبحانه وتعالى berfirman:
وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنفُسُهُمْ ظُلْماً وَعُلُوّاً فَانظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ ﴿١٤﴾
Artinya:
Dan mereka mengingkarinya karena kezhaliman dan kesombongan (mereka), padahal hati-hati mereka meyakini kebenarannya, maka lihatlah kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan itu.” (QS An Naml ayat 14)
… فَإِنَّهُمْ لاَ يُكَذِّبُونَكَ وَلَكِنَّ الظَّالِمِينَ بِآيَاتِ اللّهِ يَجْحَدُونَ ﴿٣٣﴾
Artinya:
“…. Karena sebenarnya mereka bukan mendustakanmu, akan tetapi orang-orang yang zholim itu menentang ayat-ayat Allooh.” (QS Al An’aam ayat 33)
وَعَاداً وَثَمُودَ وَقَد تَّبَيَّنَ لَكُم مِّن مَّسَاكِنِهِمْ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَكَانُوا مُسْتَبْصِرِينَ ﴿٣٨﴾
Artinya:
Dan kaum ‘Aad dan Tsamuud, dan sungguh telah nyata bagi kamu kehancuran tempat-tempat tinggal mereka. Dan syaithoon menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka sehingga menghalangi mereka dari jalan Allooh, padahal mereka adalah orang-orang yang berpandangan tajam.” (QS Al Ankabut ayat 38)
Bukan pula iman itu hanya suatu keyakinan dalam hati atau perkataan dan keyakinan tanpa amal perbuatan, karena yang demikian itu adalah keimanan golongan Murji’ah. Allooh  seringkali menyebut amal perbuatan termasuk iman sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ ﴿٢﴾ الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ ﴿٣﴾ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقّاً … ﴿٤﴾
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah mereka yang apabila ia sebut nama Allooh tergetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat Allooh bertambahlah imannya dan kepada Allooh lah mereka bertawakkul, (yaitu) orang-orang yang mendirikan sholat, dan yang menafkahkan apa-apa yang telah dikaruniakan kepada mereka. Mereka lah orang-orang mu’min yang sebenarnya…” (QS Al Anfal ayat 2-4)
… وَمَا كَانَ اللّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ … ﴿١٤٣﴾
Artinya:
Dan Allooh tidak akan menyia-nyiakan iman kalian.” (QS Al Baqoroh ayat 143)
Yaitu sholatmu dengan menghadap ke Baitul Maqdis, maka sholat disini dinamakan iman.
PRINSIP KETIGA:
Dan diantara prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah bahwasanya merekatidak mengkafirkan seorang pun dari kaum Muslimin, kecuali apabila dia melakukan sesuatu yang membatalkan keislamannya.
Adapun perbuatan dosa besar selain syirik, maka tidak ada dalil yang menghukumi pelakunya sebagai kafir. Misalnya meninggalkan sholat karena malas, maka pelaku (dosa besar tersebut) tidak dihukumi kaafir akan tetapi dihukumi faasiq dan imannya tidak sempurna. Apabila dia mati, sedang dia belum bertaubat maka dia berada dalam kehendak Allooh  سبحانه وتعالى. Jika Dia berkehendak, Dia akan mengampuninya dan jika Dia berkehendak, Dia akan mengadzabnya; namun si pelaku tidak kekal di neraka, Allooh سبحانه وتعالى telah berfirman:
إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ … ﴿٤٨﴾
Artinya:
Sesungguhnya Allooh tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni dosa-dosa selainnya bagi siapa yang dikehendaki….” (QS An Nisaa’ ayat 48)
Dan madzab Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dalam masalah ini berada ditengah-tengah antara Khowarij yang mengkafirkan orang-orang yang melakukan dosa besar walau bukan termasuk syirik dan Murji’ah yang mengatakan si pelaku sebagai mu’min sempurna imannya, dan mereka mengatakan pula tidak berarti suatu dosa/ maksiat dengan adanya iman sebagaimana tak berartinya suatu perbuatan taat dengan adanya kekafiran.
PRINSIP KEEMPAT :
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah wajibnya taat kepada pemimpin kaum muslimin, selama mereka tidak memerintahkan untuk berbuat kemaksiatan, apabila mereka memerintahkan perbuatan maksiat, dikala itulah kita dilarang untuk mentaatinya namun tetap wajib taat dalam kebenaran lainnya.Sebagaimana firman Allooh سبحانه وتعالى :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ … ﴿٥٩﴾
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allooh dan taatlah kepada Rosuul serta para pemimpin diantara kalian.” (QS An Nisaa’ ayat 59)
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ
Dan aku berwasiat kepada kalian agar kalian bertaqwa kepada Allooh dan mendengar dan taat walaupun yang memimpin kalian seorang hamba.”
(Telah terdahulu takhrij-nya; merupakan potongan hadits Irbadh bin Sariyah tentang nasihat Nabi صلى الله عليه وسلم kepada para shohabatnya)
Dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandang bahwa maksiat kepada seorang amir yang muslim itu merupakan ma’siyat kepada Rosuul صلى الله عليه وسلم sebagaimana sabdanya:
وَمَنْ أَطَاعَ أَمِيرِي فَقَدْ أَطَاعَنِي وَمَنْ عَصَى أَمِيرِي فَقَدْ عَصَانِي
Barangsiapa yang taat kepada amir (yang Muslim), maka dia taat kepadaku dan barangsiapa yang maksiat kepada amir maka dia maksiat kepadaku.”
(Dikeluarkan oleh Imaam Al Bukhoory 4/7137, Muslim 4/Juz.12 hal.223 atas Syarah Nawawy)
Demikian pula, Ahlus Sunnah wal Jama’ah pun memandang bolehnya sholat dan berjihad dibelakang para amir dan menasihati serta mendo’akan mereka untuk kebaikan dan keistiqomahan.
PRINSIP KELIMA:
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah haroomnya keluar untuk memberontak terhadap pemimpin kaum muslimin, apabila mereka melakukan hal-hal yang menyimpang, selama hal tersebut tidak termasuk amalankufur. Hal ini sesuai dengan perintah Rosuul صلى الله عليه وسلم tentang wajibnya taat kepada mereka dalam hal-hal yang bukan maksiat dan selama belum tampak pada mereka kekafiran yang jelas.
Berlainan dengan Mu’tazilah yang mewajibkan keluar dari kepemimpinan para imam/ pemimpin yang melakukan dosa besar walaupun belum termasuk amalan kufur dan mereka memandang hal tersebut sebagai amar ma’ruf nahi mungkar.
Sedangkan pada kenyataannya, keyakinan Mu’tazilah seperti ini merupakan kemungkaran yang besar karena menuntut adanya bahaya-bahaya yang lebih besar baik berupa kericuhan, keributan, perpecahan dan kerawanan dari pihak musuh.
PRINSIP KEENAM :
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah bersihnya hati dan mulut mereka terhadap para shohabat Rosuul صلى الله عليه وسلم, sebagaimana hal ini telah digambarkan oleh Allooh سبحانه وتعالى di ketika mengisahkan kaum Muhajirin dan Anshor dan pujian-pujian-Nya terhadap mereka:
وَالَّذِينَ جَاؤُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ ﴿١٠﴾
Artinya:
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka mengatakan, “Ya Allooh, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam imaan dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kebencian kepada orang-orang yang beriman. Ya Allooh, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS Al Hasyr ayat 10)
Dan sesuai dengan sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم:
لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
Janganlah kamu sekali-kali mencela shohabat-shohabatku, maka demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, kalau seandainya salah seorang diantara kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, niscaya tidak akan mencapai segenggam kebaikan salah seorang diantara mereka, tidak juga setengahnya.” (Dikeluarkan oleh Imaam Al Bukhoory 3/ 3673, dan Muslim 6/juz 16 hal. 92-93 atas Syarah Nawawy)
Berlainan dengan sikap orang-orang ahli bid’ah, baik dari kalangan Rafidhoh maupun Khowarij yang mencela dan meremehkan keutamaan para shohabat.
Ahlus Sunnah memandang bahwa para Khaliifah setelah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم  adalah Abu Bakar, kemudian Umar bin Khoththoob, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib رضي الله عنهم. Barangsiapa yang mencela salah satu Khaliifah diantara mereka, maka dia lebih sesat daripada keledai karena bertentangan dengan nash dan ijma’ atasan kekhaliifahan mereka dalam silsilah seperti ini.
PRINSIP KETUJUH:
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah mencintai ahlul baitsesuai dengan wasiat Rosuululllooh صلى الله عليه وسلم dengan sabdanya:
أُوصِيكُمْ بِعِتْرَتِي خَيْرًا
Sesungguhnya aku mengingatkan kalian dengan ahli baitku.”
(Dikeluarkan oleh Imaam Muslim 5/juz 15 hal.8-, syarah Imaam Nawawy, Imaam Ahmad 4/366-367 dan Imaam Ibnu Abi ‘Ashim dalam kitab As Sunnah no. 629)
Sedangkan yang termasuk keluarga beliau adalah istri-istrinya sebagai ibu kaum mu’miniin. Dan sungguh Allooh سبحانه وتعالى telah berfirman tentang mereka, setelah menegur mereka:
يَا نِسَاء النَّبِيِّ … ﴿٣٢﴾
Artinya:
Wahai Istri-istri Nabi….” (QS Al Ahzaab ayat 32)
Kemudian mengarahkan nasihat-nasihat kepada mereka dan menjanjikan mereka dengan pahala yang besar. Allooh سبحانه وتعالى berfirman:
… إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً ﴿٣٣﴾
Artinya:
Sesungguhnya Allooh bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlil bait dan mensucikan kamu sesuci-sucinya.” (QS Al Ahzab ayat 33)
Pad pokoknya ahlul bait itu saudara-saudara dekat Nabi صلى الله عليه وسلم dan yang dimaksudkan disini khususnya adalah yang shoolih diantara mereka. Sedangkansaudara-saudara dekat yang tidak shoolih seperti pamannya, Abu Lahab, maka merekatidaklah memiliki hak.
Allooh سبحانه وتعالى berfirman:
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ ﴿١﴾
Artinya:
Celakalah kedua tangan Abu Lahab, dan sunggu celaka dia.” (QS Al Lahab ayat 1)
Maka sekedar hubungan darah yang dekat dan bernisbat kepada Rosuul صلى الله عليه وسلمtanpa keshoolihan dalam berdien (Islam), maka tidak ada manfaat dari Allooh سبحانه وتعالى sedikit pun baginya. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
عن أَبي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم « يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ اشْتَرُوا أَنْفُسَكُمْ مِنَ اللَّهِ لاَ أُغْنِى عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا يَا بَنِى عَبْدِ الْمُطَّلِبِ لاَ أُغْنِى عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا يَا عَبَّاسَ بْنَ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ لاَ أُغْنِى عَنْكَ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا يَا صَفِيَّةُ عَمَّةَ رَسُولِ اللَّهِ لاَ أُغْنِى عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا يَا فَاطِمَةُ بِنْتَ رَسُولِ اللَّهِ سَلِينِى بِمَا شِئْتِ لاَ أُغْنِى عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا »
Hai kaum Quraisy, belilah diri-diri kamu, sebab aku tidak dapat memberi kamu manfaat dihadapan Allooh  sedikitpun. Ya Abbas, paman Rosuulullooh, aku tidak dapat memberikan manfaat apa pun dihadapan Allooh. Ya Shofiyah, bibi Rosuulullooh, aku tidak dapat memberi manfaat apa pun dihadapan Allooh. Ya Fathiimah anak Muhammad, mintalah dari hartaku semaumu, aku tidak dapat memberikan manfaat apa pun dihadapan Allooh.”
(Dikeluarkan oleh Imaam Al Bukhoory 3/4771, 2/2753, Imaam Muslim I/Juz 3 hal. 80-81Syarah Nawawy)
Dan saudara-saudara Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang shoolih tersebut mempunyai hak atas kita berupa penghormatan, cinta dan penghargaan; namun kita tidak boleh berlebih-lebihan terhadap mereka dengan mendekatkan diri dengan suatu ibadah kepada mereka. Adapun keyakinan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk memberi manfaat atau madhorot selain dari Allooh سبحانه وتعالى adalah baathil, sebab Allooh سبحانه وتعالى telah berfirman:
قُلْ إِنِّي لَا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرّاً وَلَا رَشَداً ﴿٢١﴾
Artinya:
Katakanlah (hai Muhammad), “Bahwasanya aku tidak kuasa mendatangkan kemadhorotan dan manfaat bagi kalian.” (QS Al Jin ayat 21)
قُل لاَّ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعاً وَلاَ ضَرّاً إِلاَّ مَا شَاء اللّهُ وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَاْ إِلاَّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ ﴿١٨٨﴾
Artinya:
Katakanlah (hai Muhammad), “Aku tidak memiliki manfaat atau madhorot atas diriku kecuali apa-apa yang tidak dikehendaki oleh Allooh; kalau lah aku mengetahui sesuatu yang ghoib, sungguh aku akan memperbanyak berbuat baik dan aku tidak akan ditimpa kemadhorotan.”. (QS Al A’roof ayat 188).
Apabila Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم saja demikian, maka bagaimana pula yang lainnya. Jadi, apa yang diyakini sebagian manusia terhadap kerabat Rosuul adalah suatu keyakinan yang baathil.
PRINSIP KEDELAPAN :
Dan diantara prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah membenarkan adanya karomah para wali Allooh, yaitu apa-apa yang Allooh سبحانه وتعالى perlihatkan melalui tangan-tangan sebagian mereka berupa hal-hal yang luar biasa, sebagai penghormatan kepada mereka, sebagaimana hal tersebut telah ditunjukkan dalam Al Qur’an dan As Sunnah.
Sedangkan golongan yang mengingkari adanya karomah-karomah tersebut diantaranya Mu’tazilah dan Jahmiyah, yang pada hakekatnya mereka mengingkari sesuatu yang diketahuinya.
Akan tetapi kita harus mengetahui bahwa ada sebagian manusia pada zaman kita sekarang yang tersesat dalam masalah karomah, bahkan berlebih-lebihan, sehingga memasukkan apa-apa yang sebenarnya bukan termasuk karomah baik berupa jampi-jampi, pekerjaan para ahli sihir, syaithoon-syaithoon dan para pendusta.
Perbedaan karomah dan kejadian luar biasa lainnya itu jelas.
Karomah adalah kejadian luar biasa yang diperlihatkan Allooh  kepada para hamba-Nya yang shoolih, sedangkan sihir adalah keluarbiasaan yang biasa diperlihatkan para tukang sihir dari orang-orang kaafir dan atheis dengan maksud untuk menyesatkan manusia dan mengeruk harta-harta mereka.
Karomah bersumber pada ketaatan (kepada Allooh سبحانه وتعالى), sedangkan sihir bersumber pada kekaafiran dan maksiat.
PRINSIP KESEMBILAN :
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah bahwa dalam berdalil selalu mengikuti apa-apa yang datang dari Kitab Allooh سبحانه وتعالى dan atau Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, baik secara lahir maupun batin, dan mengikuti apa-apa yang dijalankan oleh para shohabat dari kaum MuhajirinAnshor pada umumnya dan khususnya mengikuti Al Khulafaaur Rosyidiin, sebagaimana wasiat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam sabdanya: maupun 
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ
Berpegang teguhlah kamu kepada sunnahku dan sunnah khulafaaur rosyidiin yang mendapat petunjuk.”
(Dikeluarkan oleh Imaam Abu Daawud 5/4607 dan Imaam Tirmidzi 5/2676 dan dia berkata hadits ini hasan shoohih; juga oleh Imaam Ahmad 4/126-127 dan Imaam Ibnu Maajah I/43)
Dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak mendahulukan perkataan siapa pun terhadap firman Allooh سبحانه وتعالى dan sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Oleh karena itu, mereka dinamakan Ahlul Kitab was Sunnah.
Setelah mengambil dasar Al Qur’an dan As Sunnah, mereka mengambil apa-apa yang disepakati ‘Ulama ummat ini. Inilah yang disebut dasar ketiga yang selalu dijadikan sandaran, setelah dua dasar yang pertama; yakni Al Qur’an dan As Sunnah.
Segala hal yang diperselisihkan manusia selalu dikembalikan kepada Al Kitab dan As Sunnah. Allooh سبحانه وتعالى telah berfirman:
… فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً ﴿٥٩﴾
Artinya:
Maka jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allooh dan Rosuul-Nya, jika kamu benar-benar beriman pada Allooh dan hari akhir, yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih baik akibatnya.” (QS An Nisaa’ ayat 59)
Ahlus Sunnah tidak meyakini adanya kemaksuman seseorang selain Rosuululloohصلى الله عليه وسلم dan mereka tidak ber-ta’ashub (fanatik golongan atau kelompok, pent-) pada suatu pendapat sampai pendapat tersebut bersesuaian dengan Al Kitab dan As Sunnah. Mereka meyakini bahwa mujtahid itu bisa salah dan benar dalam ijtihadnya. Mereka tidak boleh berijtihad sembarangan kecuali siapa yang telah memenuhi persyaratan tertentu menurut ahli ilmi.
Perbedaan-perbedaan diantara mereka dalam masalah ijtihad tidak boleh mengharuskan adanya permusuhan dan saling memutuskan hubungan diantara mereka, sebagaimana dilakukan orang-orang yang ta’ashub dan ahlul bid’ah. Sungguh mereka tetap mentolerir perbedaan yang layak (wajar), bahkan mereka tetap saling mencintai dan berwali satu sama lain; sebagian mereka tetap sholat dibelakang sebagian yang lain betapa pun adanya perbedaan masalah far’i (cabang) diantara mereka. Sedangkan ahlul bid’ah saling memusuhi, mengkafirkan dan menghukumi sesat kepada setiap orang yang menyimpang dari golongan mereka.
V. PENUTUP
Kemudian, dengan adanya prinsip-prinsip yang dikemukakan didepan, mereka senantiasa berakhlak mulia sebagai pelengkap aqidah yang diyakininya. Diantara sifat-sifat yang agung itu adalah:
1. Mereka beramar ma’ruf dan nahi mungkar seperti yang telah diwajibkan syari’at dalam firman Allooh سبحانه وتعالى berikut:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ …﴿١١٠﴾
Artinya:
Jadilah kalian ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, beramar ma’ruf dan nahi mungkar dan kalian beriman kepada Allooh.” (QS Ali ‘Imroon ayat 110)
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ رَأَى مُنْكَرًا فَاسْتَطَاعَ أَنْ يُغَيِّرَهُ بِيَدِهِ فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ »
Barangsiapa diantara kamu menyaksikan suatu kemungkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, apabila tidak mampu maka dengan hatinya, dan yang demikian itulah selemah-lemah iman.”
(Dikeluarkan oleh Imaam Muslim I/Juz 2 hal. 22-25 Syarah Nawawy dari Abu Sa’id Al Khudry)
Sekali lagi, amar ma’ruf hanya terhadap apa-apa yang diwajibkan oleh syari’at. Sedangkan golongan Mu’tazilah mengeluarkan amar ma’ruf dan nahi mungkar dari apa-apa yang diwajibkan oleh syara’, sehingga mereka berpandangan bahwa amar ma’ruf dan nahi mungkaradalah keluar dari pemimpin kaum muslimin, apabila mereka melakukan maksiat walaupun belum termasuk perbuatan kufur.
Sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandang wajib menasehati mereka dalam hal kemaksiatannya, tanpa harus keluar memberontak kepada mereka. Hal ini dilakukan dalam rangka mempersatukan kalimat dan menghindari perpecahan dan perselisihan.
Telah berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله:
Barangkali hampir tidak dikenal suatu kelompok keluar memberontak terhadap pemilik kekuasaan kecuali lebih banyaknya kerusakan yang terjadi dibandingkan dengan terhapusnya kemungkaran (melalui cara pemberontakan tersebut).”
2. Ahlus Sunnah Wal Jama’ah tetap menjaga tegaknya syi’ar Islam, baik dengan menegakkan sholat Jum’at dan sholat berjama’ah sebagai pembeda terhadap kalangan ahlu bid’ah dan orang-orang munafiq yang tidak mendirikan sholat Jum’at maupun sholat berjama’ah.
3. Menegakkan nasihat bagi setiap muslim dan bekerjasama serta tolong-menolong dalam kebajikan dan taqwa sebagaimana sabda Nabi  صلى الله عليه وسلم:
عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ الدِّينَ النَّصِيحَةُ إِنَّ الدِّينَ النَّصِيحَةُ إِنَّ الدِّينَ النَّصِيحَةُ ». قَالُوا لِمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لِلَّهِ وَكِتَابِهِ وَرَسُولِهِ وَأَئِمَّةِ الْمُؤْمِنِينَ وَعَامَّتِهِمْ وَأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ ».
Ad Dien itu nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Untuk Allooh dan Rosuul-Nya dan para Imaam kaum Muslimiin serta kaum Muslimiin pada umumnya.”
(Dikeluarkan oleh Imaam Muslim I/Juz 2 hal.36-37 Syarah Nawawy, Imaam Abu Daawud 5/49944, dan Imaam An Nasaa’i 7/4197; Imaam Ahmad 4/102 dari Tamiim Ad Daary)
عَنْ أَبِى مُوسَى قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا ».
Mu’min yang satu bagi mu’min yang lain bagaikan satu bangunan yang satu sama lain saling mengokohkan.”
(Dikeluarkan oleh Imaam Al Bukhoory 4/6026 dan Imaam Muslim 6/Juz 16 hal.139 Syarah Nawawy).
4. Mereka tegar dalam menghadapi ujian-ujian dengan sabar ketika mendapat cobaan dan bersyukur ketika mendapatkan keni’matan dan menerimanya dengan ketentuan Allooh  سبحانه وتعالى.
5. Bahwasanya mereka selalu berakhlak mulia dan beramal baik, berbuat baik kepada kedua orangtua, menyambung tali persaudaraan, berlaku baik dengan tetangga, dan mereka senantiasa melarang dari sikap bangga, sombong, dzolim (aniaya) sesuai dengan firman Allooh سبحانه وتعالى:
وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُوراً ﴿٣٦﴾
Artinya:
Sembahlah Allooh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib, kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allooh tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”(QS. An Nisaa’ ayat 36)
Juga sabda Rosuul صلى الله عليه وسلم:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا ».
Sesempurna-sempurna iman seorang mu’min adalah yang baik akhlaqnya.”
(Dikeluarkan oleh Imaam Ahmad 13 no: 7396; Imaam Tirmidzy 3/1162; Imaam Abu Daawud 5/4682; dan Al Haitsamy dalam Mawaridh-dhom’aan no. 1311, 1926).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar